REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menyebutkan, pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) bukanlah hal yang baru. Pasalnya, hal tersebut memang kerap dilakukan.
"Memang dari dulu begitu. Harus dijelaskan dulu juga kita meminta bantuan kepada TNI. Iya, coba lihat unjuk rasa di Istana, Monas di mana-mana. Kita minta bantuan. Tidak ada kan polri sendiri," kata Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (6/2).
Apalagi, lanjut Iqbal, bila eskalasi dalam demonstrasi meningkat, maka ancamannya sudah dikalkulasi oleh Polri. Sehingga, Polri meminta bantuan TNI. Iqbal mengatakan, hal tersebut sudah diatur oleh undang-undang.
Polri dan TNI pada rapat Pimpinan 23 Januari 2018 lalu menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) terkait perbantuan dalam Kamtibmas tersebut. Menurut Iqbal, MoU tersebut pun bukan hal yang baru. MoU itu, kata dia, hanya memperbaharui MoU yang sudah selesai.
"Isinya sama saja, UU sudah mengamanatkan itu baik TNI maupun Polri. Contoh di Poso, contoh lagi di yang kemarin sandera di Papua. Kita sudah kalkulasi itu. Pilkada lima tahun lalu juga sudah begitu. TNI jelas partner yang sangat penting untuk menjaga keamanan," kata Iqbal.
Sebelumnya, sejumlah pihak seperti Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mempermasalahkan pelibatan TNI dalam pengamanan Kamtibmas. Kontras menyebut MoU ini menyalahi Undang-Undang dan banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh anggota TNI dan Polri dalam menjalankan kewenangannya.