Sabtu 27 Jan 2018 08:40 WIB

Perludem Minta Presiden tak Setujui Usulan Mendagri

Rencana mendagri menunjuk dua polisi aktif sebagai plt gubernur tuai kontroversi.

Rep: Ali Mansur/ Red: Reiny Dwinanda
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil meminta menteri Dalam Negeri untuk tidak melanjutkan rencana menunjuk dua orang anggota polisi aktif sebagai pelaksana tugas (plt) gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, ia menyarankan pengangkatan penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. 

Ramadhanil menjelaskan hal tersebut sesuai dengan ketentuan di dalam UU No. 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) Pasal 201 Ayat (10). "Jika usulan menteri Dalam Negeri tetap dilanjutkan, kami meminta kepada Presiden untuk tidak menyetujui usulan ini," ujar Ramadhanil, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (27/1).

Baca juga: Mendagri Jelaskan Soal Jenderal Polisi Jadi Plt Gubernur

Ramadhanil menjelaskan nomenklatur jabatan pimpinan tinggi madya ruang lingkupnya ada di dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Peraturan itu mengarahkan menteri Dalam Negeri dalam menunjuk selain jabatan yang ada di atas. "Artinya penunjukkan polisi sebagai pejabat gubernur tidak berkesesuaian dan berpotensi melanggar Undang-undang Pilkada itu sendiri," ungkapnya.

Selain itu, Ramadhanil mengatakan pasal 28 Ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian juga secara tegas mengatur anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian. "Oleh sebab itu, langkah penunjukan anggota polisi aktif jadi penjabat gubernur, juga berpotensi melanggar Undang-undang Kepolisian," jelasnya.

Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, kerawanan Pilkada  menjadi salah satu faktor penunjukan dua petinggi polisi sebagai pejabat gubernur di dua provinsi tersebut. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak mungkin melepas semua pejabat eselon I untuk menjadi pejabat gubernur ke provinsi-provinsi penyelenggara Pilkada 2018 yang jumlahnya ada 17.

"Jika nanti ditunjuk Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai pejabat gubernur, kan nanti diindikasikan menggerakkan PNS nanti. Kalau semua pejabat dilepas kosong kan Kemendagri. Maka seperti tahun lalu, saya minta kepolisian, Kemenkopolhukam, akhirnya ada penugasan Irjen Carlo Brix Tewu. Intinya pejabat TNI atau Polri yang berpangkat Mayjen, eselon I. Bisa saja tahun depan ada juga dari kejaksaan," kata Tjahjo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement