Kamis 25 Jan 2018 13:17 WIB

PDIP Nilai Anies Acak-Acak Kerja Jokowi, Ahok dan Djarot

Hasil yang sudah bagus dinilai berubah 180 derajat.

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Teguh Firmansyah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memfoto bunga matahari seusai memanen padi di areal pertanian di Kawasan Cakung, Jakarta, Selasa (23/1).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memfoto bunga matahari seusai memanen padi di areal pertanian di Kawasan Cakung, Jakarta, Selasa (23/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta mengkritisi berbagai kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur di 100 hari kepemimpinan Anies Baswedan-Sandiaga Uno sejak dilantik 16 Oktober 2017 lalu. Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono menilai kerja tiga gubernur selama lima tahun terakhir diacak-acak.

"Hasil kerja yang sebelumnya sudah bagus itu sekarang berubah 180 derajat mengatasnamakan kemanusiaan dan istilah yang sering dipakai Anies yakni 'keperpihakan dan keadilan'," kata Gembong saat dikonfirmasi, Kamis (25/1).

Gembong menganggap, kebijakan yang selama ini dibuat Anies dan Sandi tidak berdasarkan tahapan yang sistematis sehingga terlihat garis benang merah arah tujuan pembangunan Kota Jakarta. Kebijakan yang dibuat cenderung responsif dan tidak memiliki tahapan yang runtun sehingga tidak berkesinambungan.

Beberapa hal yang dicatat Fraksi PDIP dalam 100 hari kepemimpinan Anies-Sandi yakni terkait pernyataan 'pribumi' dalam pidato pertama Anies usai dilantik menjadi gubernur. Gembong menyesalkan itu muncul dalam pidato politik Anies di Balai Kota. Ia menilai tak seharusnya ada dikotomi antara pribumi-nonpribumi, pendukung dan bukan pendukung.

Baca juga:  100 Hari Anies-Sandi Merealisasikan Janji Kampanye.

Kebijakan lainnya adalah membuka Kawasan Monas untuk kegiatan umum. Menurutnya, kawasan Monas merupakan Ring 1 yakni Istana Kepresidenan dan Pusat Pemerintahan. Ia menilai, kawasan itu sebisa mungkin steril dari kegiatan-kegiatan yang menyebabkan jumlah massa sangat banyak.

Selain itu, Fraksi PDIP juga mengritisi pagar pembatas Monas yang dicopot. Padahal, kata Gembong, sebelumnya lapangan rumput dibatasi dengan pagar pembatas dengan sling besi agar rumput tidak diinjak oleh para pengunjung Monas yang mencapai ribuan tiap harinya.

Poin keempat yang disoroti PDIP yakni jumlah Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang dianggap fantastis. Anggaran dari APBD 2018 dialokasikan sebesar Rp 28 miliar untuk 73 orang TGUPP. Ia menganggap fungsi TGUPP saat ini tumpang tindih dengan SKPD.

Kelima adalah terkait penataan kawasan Tanah Abang. Menurut Gembong, Anies lupa bahwa saat era Jokowi para PKL ditertibkan dan masuk ke Blok G. Sekarang, kata dia, kawasan Pasar Tanah Abang semakin kumuh, dan kemacetan semakin parah. Ia menyebut, trotoar di Tanah Abang sampai saat ini pun masih dikuasai PKL.

Keenam yakni kebijakan tentang pencabutan aturan larangan motor melintas di Jalan MH Thamrin. Kali ini, Fraksi PDIP menyesalkan lambatnya eksekusi kebijakan yang harusnya dilakukan cepat oleh Anies pasca dibatalkannya Pergub Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor oleh Mahkamah Agung.

"Kami mendukung upaya menertibkan kendaraan roda dua dengan diberikannya jalur khusus di Jalan Thamrin dengan simbol berupa karpet kuning. Tapi yang terjadi saat ini adalah sejumlah pengemudi sepeda motor yang melintasi Jalan Thamrin enggan menggunakan jalur karpet khusus kuning," ujar dia.

Gembong juga mengatakan, pembiayaan rusunami berkonsep Rumah DP Nol Rupiah yang diluncurkan Anies menjiplak program sejuta rumah Presiden Joko Widodo. Namun, harga yang dijual justru jauh lebih tinggi sehingga tidak bisa dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Poin kedelapan yang dikritik Fraksi PDIP yakni pelaksanaan program OK OTrip. Gembong menilai program ini diterapkan setengah hati. Gembong lebih mendukung semua yang ber-KTP DKI digratiskan. "Manfaatkan APBD yang ada jadi dimaksimalkan subsidinya buat rakyat," katanya.

Selanjutnya adalah kebijakan terkait boleh beroperasinya kembali becak di tempat-tempat tertentu. Meski direncanakan becak akan dijadikan angkutan lingkungan, Fraksi PDIP menilai hal itu tidak diperlukan. Karena sudah ada transportasi alternatif lain yang sesuai dengan perkembangan kota modern dan megapolitan.

Kritik kesepuluh Fraksi PDIP di 100 Hari Anies-Sandi yakni terkait pencabutan HGB Pulau Reklamasi. Gembing mengatakan, HGB itu muncul karena ada rekomendasi dari pemerintah provinsi yakni DKI Jakarta. Kalaupun ingin mencabut, kata dia, Anies-Sandi harus mengajak duduk DPRD DKI untuk membahas rekomendasi pencabutan HGB kepada BPN sesuai dengan janjinya ketika paripurna perdana.

Poin terakhir atau kesebelas kritik dari Fraksi PDIP yakni terkait program OK OCE. Gembong menilai OK OCE tak berpihak pada pelaku UMKM. Ia menganggap Anies-Sandi tidak konsisten karena pemberian modal untuk peserta ternyata bukan dana bergulir melainkan dana dari bank dengan bunga 13 persen.

"Padahal selama ini, selama kepemimpinan Jokowi, Ahok dan Djarot, para pelaku UMKM diberikan kemudahan mendapatkan bantuan modal. Bahkan sudah dua tahun, Pemprov DKI gencar memaksa semua pelaku usaha membuka rekening di bank," ujar Gembong.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement