Jumat 19 Jan 2018 17:15 WIB

Pengamat: Para Elit Hanura Harus Bertemu Selesaikan Konflik

Partai Hanura terbelah menjadi kubu Sudding dan OSO

Partai Hanura
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Partai Hanura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyarankan para elit politik Hanura harus secepatnya bertemu untuk menemukan kompromi politik yang terbaik bagi partai politik tersebut.

"Para elit politik Hanura harus secepatnya bertemu untuk melakukan komunikasi politik dan dialog untuk menemukan kompropmi politik yang terbaik bagi Hanura sebagai partai politik dan bagi para kader, utamanya yang ikut bertarung pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019," ujar Emrus Sihombing di Jakarta, Jumat (19/1).

Jika konflik internal di partai tersebut berkepanjangan, lanjut dia, yang paling dirugikan adalah paslon Pilkada 2018 yang diusung dan didukung Hanura. Karena bisa jadi mesin politik partai ini di daerah berpotensi pecah pada kerja politik Pilkada 2018 dan sekaligus bisa berdampak pada pencalonan Caleg dan Capres-Cawapres pada Pemilu 2019.

"Meskipun Munaslub sudah digelar sebagai upaya menyelesaikan konflik internal partai, harapan menyelesaikan konflik internal tampaknya tidak mudah diwujudkan," kata dia.

Sekalipun Munaslub sudah memutuskan dan menetapkan Marsekal Madya (Purn) Daryatmo sebagai Ketua Umum Partai Hanura, namun menurut OSO, ia tetap sah sebagai ketua umum. Bahkan OSO menunjukkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurus DPP Partai Hanura masa bakti 2015-2020 dengan nomor M.HH-01.AH.11.01 tahun 2018.

Realitas politik tersebut menunjukkan bahwa Hanura mengikuti tiga "saudara" tuanya yang pernah "kapalnya" terbelah dengan dua nakhoda, seperti yang dialami oleh PDI ketika masa Orde Baru, kemudian terjadi pada Golkar dan PPP di era reformasi ini.

"Elit partai kita di Indonesia belum matang dan masih sangat rentan perpecahan, baik penyebabnya dari internal maupun dari eksternal," kata dia.

Karena itulah, amat sulit bagi publik percaya bahwa partai-partai di Indonesia mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sebab, mengurusi dirinya saja pun sudah terseok-seok. Belum lagi partai berorientasi politik pragmatis seperti yang diperlihatkan dalam penyusunan paslon Pilkada 2018.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement