Selasa 16 Jan 2018 06:48 WIB

Alasan tak Pernah Digaji, Bendahara Ini Menilep Dana PNPM

Ilustrasi korupsi.
Foto: Nationofchange.org
Ilustrasi korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Terdakwa kasus dugaan korupsi dana PNPM Mandiri perdesaan generasi sehat dan cerdas Kecamatan Teon Nila Sarua (TNS), Kabupaten Maluku Tengah senilai Rp 1,4 miliar, Natalia Moningka (26) mengaku tidak pernah digaji sebagai bendahara. "Setiap uang yang dicairkan tidak pernah disimpan dalam rekening atau tempat lain tetapi langsung dibelanjakan," kata Monica di Ambon, Senin (15/1).

Pengakuan tersebut disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon Samsidar Nawawi didampingi Jenny Tulak dan Bernard Panjaitan sebagai hakim anggota dengan agenda pemeriksaan saksi. Terdakwa mengakui kalau pencairan dana tahap pertama tanggal 13 Maret 2014 tidak pernah disimpan, namun digunakan untuk belanja barang dan bisnis batu Bacan senilai Rp 362 juta.

Kemudian ada pencairan dana sebesar Rp 490 juta untuk belanja modal barang-barang kios, tanah, dan mobil milik terdakwa. Dalam struktur organisasi atau kepengurusan PNPM GSC di Kecamatan Teon Nila Sarua (TNS), terdakwa menjabat sebagai Bendahara II Unit Pengelola Kegiatan (UPK) sesuai SK Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Negeri Malteng selaku kuasa pengguna anggaran.

Menurut JPU Kejari Malteng, Manatap Sinaga, pada 2013, pemerintah pusat melalui Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kemendagri melaksanaan kegiatan PNPM Perdesaan di Kecamatan TNS, Kabupaten Maluku Tengah. Pada 2013 dialokasikan dana Rp 1,8 miliar dimana alokasi dana multi sebesar Rp 1,137 miliar, dan dana nonmulti Rp 662,3 juta. Kemudian untuk tahun 2014 disiapkan dana Rp 954 juta terbagi untuk alokasi dana multi Rp 888,7 juta dan nonmulti Rp 65,5 juta.

Sedangkan pada 2015 dialokasikan anggaran senilai Rp 993 juta yang terbagi untuk alokasi dana multi sebesar Rp 754 juta dan non multi Rp 238,9 juta.

Dana PNPM mandiri perdesaan generasi sehat dan cerdas yang disalurkan ini harusnya digunakan untuk 14 item. Seperti pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, bayi, balita, serta anak usia sekolah dari tingkat PAUD hingga SLTP.

Kemudian biaya pemeriksaan ibu hamil, PMT ibu hamil kekurangan energi kronis, PMT pemilihan untuk bayi, balita, dan susu bayi di bawah garis merah yang gizinya sangat kurang. Juga untuk insentif kader kesehatan, pemberian vitamin A, dan biaya persalinan serta perawatan ibu hamil.

Sedangkan untuk kegiatan nonmulti yang di dalamnya terdapat 33 item pembiayaan di antaranya biaya transportasi siswa miskin, pengadaan seragam SD dan SLTP, pengadaan perlengkapan pos yandu, buku paket untuk siswa SD dan SLTP. Termasuk juga pengadaan seragam batik, hingga pengadaan vitamin otak dan pengadaan tempat tidur pemeriksaan di puskesmas.

Kenyataannya kegiatan multi dan nonmulti telah dilaksanakan proses pencairan dan penyaluran dimana untuk penerima manfaat kegiatan telah dilakukan. Namun ada beberapa penerima manfaat seperti guru honorer atau guru bantu belum menerima tunjangan mereka.

Terdakwa juga memalsukan spesiman tandatangan pihak lain untuk mencairkan anggaran tersebut di bank dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Misalnya membeli mobil, pakaian, dua bidang tanah, atau belanja pakaian, belanja barang kios, termasuk membuka bisnis batu bacan. Namun belakangan bisnis tersebut bangkrut dan merugi Rp 700-an juta.

Perbuatan terdakwa diancam dengan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi. Terdakwa juga dijerat melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU tipikor sebagai dakwaan subsidair, dan lebih subsidair adalah pasal 97 juncto pasal 18 UU tipikor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement