REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan berhasil mengungkap penipuan layanan iklan seks daring dengan menggunakan media sosial sebagai sarana menjebak korbannya.
"Tim dari Ditreskrimsus Polda Sulsel menangkap dua pelaku diketahui merupakan sindikat penipuan secara online berkedok layanan iklan layanan seks komersial di medsos," papar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani saat rilis kasus di Mapolda Sulsel, Makassar, Senin.
Kedua tersangka masing-masing berinisial SC (23) perempuan merupakan salah satu oknum mahasiswi farmasi di perguruan tinggi swasta dan HA (29) tidak mempunyai pekerjaan. HA bertugas sebagai operator atau teknisi IT dan SC sebagai wanita untuk menghubungi calon korbannya.
Modusnya, lanjut Dicky pelaku dengan sengaja membuat dan mengunakan medsos untuk mengiklankan jasa layanan seks komersial di wilayah Makassar dan Sulsel. Korban dijanjikan mendapatkan layanan plus dengan wanita cantik yang sesuai di dalam foto halaman medsosnya.
"Syaratnya korban yang terjaring harus menyetorkan uang muka terlebih dahulu melalui nomor rekening, setelah ditransfer, tersangka langsung memblokir akun begitu pun nomor telpon dipakai komunikasi diputus, sehingga korban tidak bisa menghubunginya lagi," ungkapnya.
Menurutnya, pelaku telah menjalankan penipuan tersebut sejak dua tahun dimulai pada 2016 hingga akhirnya tertangkap. Sedangkan barang bukti disita satu unit laptop, dua ponsel, satu kartu ATM dan sejumlah uang hasil kejahatannya.
Berdasarkan kronoligis penangkapan, berawal dari informasi terkait adanya penipuan secara daring yang masuk ke unit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel, selanjutnya dilakukan penyelidikan melalui patroli siber hingga menemukan akun Twiter Makassar Escort dengan id Twitter @OpenBomks_.
Akun ini berisi iklan jasa layanan seksual komersil dengan daring. Akun tersebut menampilkan foto perempuan berpakaian minim dengan wajah sedikit blur serta sejumlah keterangan yakni profil fisik lady escort berikut kontak WhatsAap (WA) untuk melakukan percakapan baik melalui Twitter atau WA untuk informasi tarif.
Setelah ditemukan, tim dari kepolisian selanjutnya melakukan penyamaran, hingga ditemukan informasi jasa layanan seksual tarif Rp1 juta untuk short time (waktu pendek) dan Rp3 juta untuk long time (waktu panjang), namun sebelumnya korban harus terlebih dahulu membayar uang muka via transfer agar dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Petugas yang menyamar selanjutnya, lanjut Dicky, mentransfer Rp1 juta ke rekening pelaku sebagai uang muka, namun setelah itu, komunikasi putus dan tidak bisa dihubungi. Karena sudah terlacak dengan alat khusus petugas akhirnya menemukan pelaku di dua daerah yakni Manuruki dan Mamajang lalu ditangkap pada Jumat lalu.
"Kedua pelaku dikenakan pasal 28 ayat 1 jo pasal 45A ayat 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik atau ITE dan pasal 4 ayat 2 jo pasal 30 Undang-undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi," ucapnya kepada wartawan.
Sementara pelaku HA mengakui perbuatannya dijalankan sejak 2016 dan berhasil mendapatkan uang Rp6 juta lebih, selanjutnya dilakukan berulang-ulang hinga akhirnya tertangkap petugas.
"Biasanya kalau sudah transaksi, kontak langsung saya putus. Dua bulan kemudian diaktifkan lagi, dan ini terus berlanjut sampai akhirnya kami ditangkap," beber dia dengan muka ditutupi masker saat rilis tersebut.