REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama untuk menskrining imunisasi anak-anak yang akan masuk sekolah. Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes Elizabeth Jane Soepardi.
Menurut Jane, skrining imunisasi bertujuan mengidentifikasi siapa saja anak-anak yang belum memperoleh imunisasi lengkap. Dengan demikian sekolah dapat berkoordinasi dengan puskesmas setempat agar segera mengadakan imunisasi kepada siswa-siswanya. Usulan ini merupakan upaya mencegah penyebaran penyakit di lingkungan anak-anak.
"Tahun ajaran baru dimulai pada Juli sedangkan bulan imunisasi di November. Kalau harus menunggu sampai bulan imunisasi, penyakitnya keburu tersebar," kata Jane saat ditemui dalam acara Focus Group Discussion Indonesia Bebas Difteri, Ahad (7/1).
Jane menyatakan, salah satu sebab merebaknya penyakit difteri yang mayoritas menyerang anak-anak sekolah karena belum semua anak memperoleh imunisasi lengkap. Untuk diketahui, imunisasi lengkap yang wajib diperoleh anak meliputi imunisasi hepatitis B pada anak yang baru lahir, BCG (usia 1 bulan), pentavalen polio (usia 2 bulan), dan campak serta rubella (usia 9 bulan).
Setelah itu, anak harus memperoleh kembali imunisasi ulang pentavalen, campak, dan rubella pada usia 18 bulan. Ketika masuk SD, anak perlu memperoleh imunisasi DT. Kemudian di kelas 2 SD disuntik imunisasi Td dan kembali diimunisasi Td lagi pada kelas 5 SD. "Nanti ke depan kemungkinan ada imunisasi di SMP dan SMA. Tapi yang penting itu dulu, diskrining dan dilengkapi," jelas Jane.