Jumat 29 Dec 2017 20:54 WIB

Kemenkes Ungkap Kesulitan Proses Sertifikasi Halal Vaksin

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penghasil vaksin, Bio Farma terus mengupayakan vaksin yang diproduksi mendapat sertifikasi halal. Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kemenkes Elizabeth Jane Soepardi mengatakan, ia mendapat informasi dari pihak Bio Farma bahwa proses sertifikasi kehalalan vaksin, luar biasa susahnya.

Jane menerangkan, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan syarat untuk memproses sertifikasi halal vaksin. Yaitu, semua komponen vaksin harus memiliki sertifikat halal.

Persoalannya, setiap vaksin termasuk vaksin difteri memiliki ribuan komponen dan sebagian besar impor, bukan dari Indonesia. Ia mempertanyakan bagaimana produsen ribuan komponen dari luar negeri memproses sertifikat halal ke

Indonesia. "Kalau Bio Farma tidak bisa mengumpulkan sertifikat komponen yang sampai ribuan itu lalu bagaimana bisa mendapat sertifikat halal (MUI)?" katanya saat dihubungi Republika, Jumat (29/12).

Baca, Ini Keterangan MUI tentang Vaksin Difteri.

Jane menyontohkan vaksin seperti difteri memang produksi di Indonesia, tetapi bahan-bahan vaksin berjumlah ribuan dan impor dari negara luar. "Namun, Bio Farma tetap berusaha supaya mendapat sertifikasi halal. Jadi tetap diupayakan, bahkan meminta kepada produsen supaya diusahakan tetap tetapi kan tidak bisa memaksa karena produsennya ribuan," ujarnya.

Di satu sisi, Jane menyoroti negara-negara mayoritas Muslim lain seperti Malaysia dan kawasan Timur Tengah tidak menetapkan sedemikian ketat ketentuan sertifikasi halal vaksin. Bahkan, kata dia, Organisasi Islam Dunia sudah menyepakati bahwa hukum terkait halal haram hanya berlaku untuk makanan, tetapi tidak untuk obat dan

vaksin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement