Kamis 28 Dec 2017 04:04 WIB

Pers Nasional Dulu dan Kini di Mata Harmoko

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Harmoko dan Soeharto
Foto: [ist]
Media massa(ilustrasi)

Kemudian, masuk ke era Orde Baru. Orde di mana bangsa dan negara Indonesia ini harus melakukan pembangunan. Pers Indonesia pun dikembangkan menjadi pers perjuangan. Pers yang berdasarkan sistem nilai dan jati diri kita sendiri sebagai bangsa Indonesia.

"Pers nasional harus punya tanggung jawab melaksanakan sistem nilai bangsa sendiri, bukan sistem nilai bangsa asing, dalam kerangka mengembangkan hidup bernegara dan bermasyarakat di tanah air kita ini," kata dia menjelaskan.

Era berikutnya, adalah era reformasi. Era yang diawali dengan pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia yang telah memimpin Indonesia selama 31 tahun. Pada era inilah pers Indonesia mengalami apa yang dikatakan Harmoko di awal tadi, yaitu kebebasan yang luar biasa.

Bahkan, kata dia, bisa dikatakan pers Indonesia telah mengalami kebebasan yang kebablasan. Karena itulah saat ini pers Indonesia perlu menyadari, kebebasan sejatinya harus tetap ada batasan. Batasan yang sesuai dengan kaidah dan nilai-nilai keindonesiaan.

Harmoko menerangkan, sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memegang teguh nilai-nilai Pancasila, kebebasan pers nasional hendaknya tetap dibatasi oleh sistem nilai itu. Bukan justru kebebasan dalam kerangka pikir pers asing yang liberal.

"Artinya, kalau kita memahami landasan strateginya, pers Indonesia haruslah tetap mengedepankan kepentingan sistem nilai yang ada pada bangsa kita sendiri. Bukan sistem nilai liberal atau apa pun di luar sistem nilai Pancasila," terang Harmoko.

Perbincangan kami hentikan sesaat ketika ia meminta bantuan untuk mengambilkan cangkir teh hangatnya yang diletakkan di atas meja. Pada kesempatan itu, kami sama-sama menikmati teh hangat tanpa gula.

Usai menyeruput teh dan menyantap serabi Solo rasa cokelat, perbincangan kami mulai kembali dan kini membahas tentang pers Islam di Indonesia. Pertama-tama, ujar Harmoko, harus dipertegas terlebih dahulu apa itu fungsi pers, baik pers Islam atau yang bukan Islam.

"Pada hakikatnya, pers itu tidaklah berdiri sendiri. pers itu selalu terkait dengan masyarakatnya," jelas Harmoko.

Dalam posisi seperti itu, pers harus bisa menyampaikan suara masyarakat sekaligus berfungsi sebagai pengontrol kekuasaan. Sebagai konsekuensinya, segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus bisa diinformasikan secara terbuka melalui pers.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement