REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk tidak lagi mengganggu kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan melontarkan isu-isu yang sebetulnya keliru. Salah satunya, isu soal KPK yang menyalurkan dana ke lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim mengatakan, serangan-serangan politik dari DPR kepada KPK semestinya tidak terulang kembali lagi di 2018 hingga seterusnya.
"Kalau ada serangan politik kepada KPK dari anggota dewan, nah itu seharusnya ditangkal, DPR tidak perlu menyerang KPK misalnya dengan isu penyaluran dana dari KPK kepada beberapa LSM, karena itu kan enggak ada, yang kayak begitu-begitu seharusnya dihilangkah," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (26/12).
Karena itu, menurut Hifdzil, semestinya pekerjaan rumah utama pemerintah pada 2018 yakni membersihkan KPK dari berbagai serangan politik, terutama DPR. Upaya penangkalan ini bisa dilakukan dengan lebih membangun kekompakan di antara KPK, Polri dan Kejaksaan.
Dalam pemberantasan korupsi di 2018 mendatang, lanjut Hifdzil, tiga lembaga tersebut tidak boleh saling menafikan satu sama lain dan mesti saling kerjasama serta lebih kompak. "Jadi harus lebih disatukan antara KPK, Polri dan Kejaksaan sehingga ada tujuan bersama dalam pemberantasan korupsi," katanya.
Hifdzil menambahkan, semestinya DPR fokus menyelesaikan terlebih dulu urusan legislasi yang belum rampung. Misalnya Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana serta RUU yang lain. Urusan legislasi tersebut harus diselesaikan pada 2018 karena masa kerja DPR tersisa dua tahun lagi.
"Urusan legislatif juga belum beres, terus gaduh pada persoalan pemberantasan korupsi. Kalau soal pemberantasan korupsi, berilah dukungan kepada lembaga antikorupsi, dan DPR harus menyelesaikan urusan-urusan legislasinya, itu harus dibereskan pada 2018. Misalnya RUU KUHP, KUHAP, dan RUU yang lain juga masih banyak," katanya.