REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsultan Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Zakiudin Munasir mengatakan, obat penyakit difteri yaitu Anti-Difteri Serum (ADS) hanya efektif jika diberikan pada penanganan kasus yang tidak terlambat. Menurut Zaki, kalau bakteri yang menyebabkan penyakit ini yaitu Corynebacterium diphtheriae masih beredar di tubuh maka pemberian ADS bisa membuat bakteri ini diblok.
"Tetapi kalau terlambat maka ADS tidak bisa mengikat toksin yang ada di sel-sel tubuh. Jika sudah kemana-mana dan menyerang organ tubuh, maka keberhasilan toksinnya kecil," ujarnya saat konferensi pers IDI menyikapi KLB difteri, di Jakarta, Senin (18/12).
Ia menambahkan, yang berbahaya dari difteri adalah mengeluarkan racun yang digunakan untuk menghancurkan jaringan di sekitarnya supaya bakteri ini leluasa menyebar. Jadi, racun ini bisa membentuk selaput dan menghancurkan sel-sel di sekitarnya.
Karena itu, lata dia, penderita difteri kalau buka mulut bau sekali karena jaringan tubuhnya mati akibat toksin. Kalau terkena saluran napas maka penderitanya bisa menyumbat dan meninggal atau tak jarang ini membuat perlu dilubangi trakeanya.
"Apalagi kalau terkena jantung itu sulit mengobatinya. Racun itu bisa menyerang jantung dan membuat menjadi lemah dan lumpuh," katanya.
Untuk itu, ia meminta supaya masyarakat jangan sampai anaknya menderita difteri. Satu-satunya cara mencegahnya adalah dengan imunisasiDifteri, Pertusis, Tetanus (DPT), difteri tetanus (DT), danTetanus difteri (Td).
Sementara itu, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi menambahkan,ADS efektif untuk menyembuhkan difteri asal cepat penanganannya. "ADS harus cepat masuk, kalau lambat ya bisa lewat atau mengakibatkan kematian," ujarnya.
Kini, kata dia, meski jumlah ADS masih ada namun jumlahnya sangat terbatas. Stoknya makin lama makin menipis karena harus impor.