Kamis 14 Dec 2017 18:39 WIB

Putri AM Fatwa Ceritakan Kisah Ayahnya yang Kerap Disiksa

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono berdoa di depan jenazah Anggota DPD RI AM Fatwa di Rumah duka, Kawasan Pejaten, Jakarta, Kamis (14/12). AM Fatwa meninggal duinia di RS MMC Jakarta pada pagi hari di Usia 78 tahun.
Foto: Republika/AM Fatwa
Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono berdoa di depan jenazah Anggota DPD RI AM Fatwa di Rumah duka, Kawasan Pejaten, Jakarta, Kamis (14/12). AM Fatwa meninggal duinia di RS MMC Jakarta pada pagi hari di Usia 78 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putri Andi Mappetahang (AM) Fatwa, Dian Islamiati Fatwa, menuturkan secuil kisah kelam yang dialami ayahnya semasa muda. Ia mengatakan sewaktu muda ayahnya memang dikenal tidak kenal henti berjuang menegakkan demokrasi.

"Sejak mahasiswa sudah keluar masuk penjara," tutur Dian kepada wartawan, Kamis (14/12).

Dian menuturkan, saat terjadi peristiwa Tanjung Priok, AM Fatwa bersama kelompok kerja Petisi 50 mencoba membuat Lembaran Putih Peristiwa 12 September 1984 di Tanjung Priok yang mencoba mengungkapkan kesewenang-wenangan rezim pada masa itu. Apa yang dilakukan Fatwa dan beberapa orang saat itu rupanya tidak disukai oleh rezim saat itu. "Rezim saat itu tidak menyukai adanya kebenaran dan ayah dikorbankan dan ayah harus masuk penjara," kenang Dian.

Sewaktu dipenjara, Dian menuturkan, ayahnya kerap dipindahkan ke berbagai bui, mulai dari Paledang Bogor, Sukamiskin, Cipinang, hingga ke Rumah Tahanan Guntur. Tidak hanya siksaan fisik, Fatwa kerap dihantui dengan siksaan psikologis. Dian menceritakan sewaktu ia menjenguk ayahnya, Fatwa mengatakan bahwa dirinya tidak bisa tidur karena harus menyaksikan kader-kadernya dipukul oleh militer pada saat itu.

"Jadi ayah tidak dipukul tapi justru kader-kadernya dipukul di depan dia. Saya pikir ini bentuk ke psikologis untuk mencoba mematahkan semangat perjuangan beliau," ungkap Dian.

Berbagai bentuk penyiksaan juga dialami fatwa mulai dari digebuki, bahkan pernah ada upaya penceluritan yang dilakukan oleh intel pada waktu itu. Tidak hanya Fatwa sendiri, keluarganya juga nyaris kerap jadi sasaran rezim pada masa itu.

Dian menuturkan air ledeng di rumahnya pernah diracun beberapa bulan sehingga keluarganya tidak bisa menikmati air ledeng di rumahnya. Beruntung kata Dian, ada intel yang tidak tega sehingga memberitahu agar tidak meminum air ledeng yang sudah diracun tersebut

"Jadi benar-benar rezim pada saat dahulu itu luar biasa mencoba mematahkan semangat perjuangan seseorang yang ingin berjuang untuk demokrasi menyuarakan kebenaran," ujarnya.

Penyakit kanker yang diderita ayahnya menurut Dian juga tidak lepas dari dampak yang dilakukan negara terhadapnya pada waktu itu. Penggunaan jarum suntik secara bergantian akibat tidak adanya perlengkapan medis yang memadai menyebabkan Fatwa terkena penyakit hepatitis B dan C. Itulah yang menurutnya yang menyebabkan senator asal DKI tersebut terserang kanker.

"Saya pikir negara bertanggung jawab, ya, terhadap peristiwa ini karena rezim yang melakukan itu," tegas Dian.

Ia berharap perjuangan-perjuangan ayahnya perlu diteruskan demi menegakkan demokrasi. "Banyak anak-anak ideologi dan saya yang sebetulnya ikut kehilangan terhadap ayah," kata Dian haru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement