Rabu 13 Dec 2017 19:42 WIB

Setnov Didakwa Lakukan Penyalahgunaan Kewenangan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto (Tengah) memasuki ruangan pada sidang perdana  di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto (Tengah) memasuki ruangan pada sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Setya Novanto didakwa menyalahgunakan kewenangan selaku anggota DPR dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (KTP-el). Jaksa Penuntut Umum KPK, membacakan dakwaan tersebut dalam persidangan pembacaan dakwaan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).

"Terdakwa melakukan atau yang turut serta melakukan secara melawan hukum yaitu terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket pekerjaan Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara Nasional (KTP Elektronik)," ujar Jaksa KPK Irene Putri saat membacakan surat dakwaan dalam ruang persidangan.

Penyalahgunaan kewenangan itu dilakukan Setya Novanto untuk menguntungkan diri sendiri, serta memperkaya orang lain dan korporasi. Dalam surat dakwaan disebutkan, selama bergulirnya proyek KTP-el diatur untuk menggunakan anggaran rupiah murni yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar pencairan anggaran membutuhkan persetujuan DPR RI.

Dalam surat dakwaan, disebut Setya Novanto selaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014 bersama-sama dengan Irman selaku Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pengeluaran Anggaran Belanja Lingkungan Direktorat Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan pencatatan sipil Kementerian Dalam Negeri sekaligus selaku Direktur PIAK.

Juga disebut bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Anang Sugiana Sudihardjo selaku Penyedia Barang dan Jasa pada Kementerian Dalam Negeri, Isnuedhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Irvanto Hendra Pambudi Cahyo selaku Direktur PT Murakabi Sejahtera dan selaku Ketua Konsorsium Murakabi, Made Oka Masagung selaku Pemilik OEM Investment, Pte Ltd dan Delta Energy, Po Ltd.

Lalu disebut pula bersama Diah Anggraeni selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, pada bulan November 2009 sampai dengan Desember 2013 atau pada suatu waktu dalam tahun 2009 sampai dengan 2013 melakukan sejumlah pertemuan.

Pertemuan tersebut dilakukan di Gedung DPR RI Jalan Jenderal Gatot Subroto Senayan Jakarta Selatan, Hotel Gran Melia Jalan HR Rasuna Said Nomor Kav X-0 Jakarta Selatan, Jalan Wijaya XIII No 19 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan Equity Tower Jalan Jenderal Sudirman Kav 52-53 Senayan Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Pertemuan juga di Kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Jalan Taman Makam Pahlawan No 17 Jakarta Selatan, Graha Mas Fatmawati Blok B No 33-35 Jakarta Selatan, serta Hotel Sultan Jalan Gatot Subroto Jakarta Pusat.

Novanto didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya terdakwa dan memperkaya orang lain. Yakni Irman, Sugiharto, Andi Agustinus Als Andi Narogong, Gamawan Fauzi, Dian Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan beserta 6 orang anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa, Johannes Marliern, Miryam S Haryani, Markus Nani, Ade Komarudin, M Jafar Hapsah.

Juga ke beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009 sampai dengan 2014, Husni Fahmi, Tri Sampurno, Yimmy Iskandar Tedjasusila Als Bobby beserta 7 orang Tim Fatmawati, Wahyudin Bagenda, Abraham Mose beserta 3 orang Direksi PT LEN Industri, Mahmud Toha, Charles Sutanto Ekapradja. Serta memperkaya korporasi yakni Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI), PT Sandipala Artha Putra, PT Mega Lestari Unggul, PT LEN Industri, PT Sucofindo, dan PT Quadra Solution, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.

Atas perbuatannya, Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement