Kamis 09 Feb 2023 06:22 WIB

KPK Sebut Buronan Paulus Tannos Ganti Paspor Jadi Thian Po Tjhin

KPK mengakui Paulus Tannos berhasil lolos karena red notice terlambat terbit.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan perkembangan sejumlah perkara yang sedang ditangani penyidik, saat memberikan keterangan pers, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan perkembangan sejumlah perkara yang sedang ditangani penyidik, saat memberikan keterangan pers, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (7/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buronan kasus dugaan korupsi KTP elektronik, Paulus Tannos, telah mengganti namanya menjadi Thian Po Tjhin. Pergantian itu diikuti dengan perubahan paspor miliknya yang diproses oleh negara lain.

"Ya betul, tentu ada paspor yang berubah dari negara lain," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (8/2/2023).

Baca Juga

Meski demikian, Ali mengaku tak bisa memerinci negara yang membantu pergantian paspor milik Tannos. Sebab, hal ini menjadi bagian untuk menjaga kerahasiaan proses pencarian buronan.

"Tentu kami tidak bisa sebutkan saat ini ya, negara mana yang kemudian menerbitkan paspor dari tersangka KPK yang saat ini DPO (Daftar Pencarian Orang)," ujar Ali.

Menurut Ali, perubahan nama dan paspor Tannos ini menjadi tantangan bagi pihaknya untuk memburu keberadaan buronan korupsi tersebut. Namun, KPK tetap berupaya menangkap tersangka yang telah masuk dalam daftar pencarian orang.

"Tetapi ini bagian catatan penting saya kira, upaya-upaya pengejaran itu kan ada dinamika, dan itu menjadi evaluasi ke depan tentunya ketika melakukan pengejaran terhadap para DPO KPK khususnya," tegas dia.

Sebelumnya, KPK mengaku, buronan kasus dugaan korupsi KTP-el, Paulus Tannos, berhasil lolos karena red notice yang terlambat terbit. "Paulus Tannos itu nasibnya sudah bisa diketahui, tapi memang ada kendala, yang bersangkutan red notice-nya penerbitannya terlambat," kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Karyoto mengatakan seandainya red notice tersebut sudah terbit, Paulus Tannos, bisa langsung ditangkap saat keberadaannya terlacak di Thailand. "Kalau pada saat itu sudah yang bersangkutan betul-betul red notice sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand," ujarnya.

Lebih lanjut, dia menerangkan pengajuan red notice Interpol terhadap Tannos telah dilakukan sejak lima tahun lalu. Namun, pengajuan itu ternyata belum terdaftar ke dalam sistem Interpol.

"Pengajuan DPO itu red notice sudah lebih dari lima tahun, ternyata setelah dicek di Interpol belum terbit. Kita enggak tahu apa sebabnya, apakah karena ada kesalahan upload dan lain-lain, kita enggak tahu," ujarnya.

Namun, dia memastikan pihak KPK sudah memperbaiki kekurangan tersebut sehingga ke depannya, penerbitan red notice bisa lebih cepat.

"Kemarin sudah kita perbaiki semua. Mudah-mudahan yang sudah ditetapkan sebagai DPO akan secara otomatis pada waktunya akan terbit red notice secara internasional dari Interpol Lyon," katanya.

Paulus Tannos diketahui telah masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-el. Yang bersangkutan pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus korupsi KTP-el.

Paulus Tannos juga diduga lakukan pertemuan untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan sepakati fee sebesar lima persen sekaligus skema pembagian beban fee, yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.

Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait dengan proyek KTP-el tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement