REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Dadang Sunendar menyebut, bahasa Indonesia masih menjadi anak tiri di negeri sendiri. Pemicunya, menurut dia, karena minimnya rasa memiliki dan kebanggaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia.
"Era digital, banyak sekali produk dan istilah-istilah baru yang menggunakan bahasa Inggris. Padahal kami sudah buat kata-kata padanan bahasa Indonesia, karena memang itu tugas kami," kata Dadang kepada Republika.co.id di Aula Sasadu, kantor Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Rawamangun, Jakarta, Selasa (5/12).
Meski kata-kata padanan sudah ada, lanjut Dadang, namun tren masyarakat untuk menggunakan kata-kata tersebut masih sangat minim. Seperti halnya kata online dan daring, masyarakat cenderung memilih menggunakan online daripada daring.
"Permasalahan minimnya rasa memiliki dan rasa kebanggaan masyarakat dalam berbahasa Indonesia ini juga yang menjadi kendala, sehingga kita belum bisa memenuhi kategori menjadi bahasa internasional," jelas Dadang.
Karena itu, dia mengimbau agar masyarakat dan semua pihak bisa menumbuhkan kesadaran dan kecintaan akan bahasa Indonesia. Sebab, peningkatan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional pun telah menjadi amanat Undang-undang Nomor 24 tahun 2009.
Selain itu, Dadang juga meminta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) untuk membantu mengubah kebijakan jurnal internasional yang harus menggunakan bahasa resmi PBB. Dengan adanya kebijakan tersebut, jurnal yang berbahasa Indonesia yang memiliki kualitas bagus tidak bisa diakui internasional.
"Selain itu bahasa Indonesia juga jadi kurang berkembang kan. Belum lama ini kami sudah minta agar jurnal yang berbahasa Indonesia yang berkualitas juga bisa memiliki reputasi jurnal internasional," jelas dia.