Senin 04 Dec 2017 16:43 WIB

Difteri di Jabar Capai 116 Kasus

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas kesehatan menyuntikan Difteri Tetanus (DT) kepada seorang pelajar SD ketika proses imunisasi DT di SDN Torongrejo 2, Batu, Jawa Timur.
Foto: Antara
Petugas kesehatan menyuntikan Difteri Tetanus (DT) kepada seorang pelajar SD ketika proses imunisasi DT di SDN Torongrejo 2, Batu, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --Kasus difteri telah cukup banyak terjadi di Jabar. Berdasarkan data yang ada di Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, gingga 3 Desember 2017 telah terjadi kasus difteri di Jabar sebanyak 116 kasus. Dari kasus tersebut, menyebabkan kematian sebanyak 13 kasus.

Menurut Kepala Seksie Surveilan dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Yus Ruseno, penyebaran kasus difteri di Jabar saat ini sudah menerpa 18 kota/kabupaten. Namun, ada beberapa daerah yang masuk kategori tinggi. Namun, daerah yang paling tinggi di Jabar jumlah kasusnya ada di Purwakrata. Yakni, mencapai 21 kasus selama 2017 ini.

"Kasus difteri di Purwakarta ini, menyebabkan satu kasus kematian," ujar Yus ketika dihubungi, Senin (4/12).

Yus mengatakan, daerah lainnya yang memiliki kasus difteri di antaranya adalag Kabupaten Karawang terdapat 13 kasus, Kota Depok dan Kota Bekasi masing-maisng 12 kasus, Garut 11 kasus, dan Kota Bandung 7 kasus. Dia mengatakan dari sisi jumlah kasus dibanding tahun lalu, tahun ini hingga 3 Desember ini mengalami penurunan. Karena, tahun lalu ada 121 kasus, sedangkan sekarang 116 kasus.

"Kami berharap tidak ada lagi tambahan kasus," katanya.

Yus menjelaskan, dalam jumlah kasus tersebut kebanyakan kasus klinis (probable) atau belum positif difteri. Namun, tetap saja penangananya sama dengan yang sudah positif karena gejalanya muncul. Sementara yang sudah konfirmasi atau positif sudah disertai dengan pemeriksaan laboratoirum yang menyatakan positif difteri.

Namun, kata Yus, dari jumlah korban jiwa pada tahun lalu terpaut tiga orang lebih banyak pada tahun ini yang sudah menelan 13 orang anak, sedangkan tahun lalu 10 orang anak. Oleh karena itu, jika menemukan gejala-gejala difteri tersebut segara tangani jangan sampai terlambat.

"Karena kalau terlambat bisa tidak tertolong dan menyebabkan kematian," katanya.

Menurut Yus, penyakit tersebut mengeluarkan toksin yang bisa menjalar ke jantung, ginjal, hingga ke saraf pusat. Sementara penularannya pun begitu mudah yaitu lewat udara.

"Misalnya kita seangkot sama orang yang kena difteri, itu orang-orang bisa tertular karena penularannya kontak pada penderita pada masa inkubasi melalui pernafasan," katanya.

Jika kasusnya seperti itu, kata Yus, mereka akan menemukan kesulitan dalam melacak orang yang positif penyakit difteri. Namun jika penderita sudah diketahui dari satu tempat otomatis pihaknya bekerja sama dengan dinkes setempat segera melakukan penanganan intensif dengan mengobati penderita dan pemeriksaan serta pemberian obat kepada orang-orang terdekat penderita di rumah, di sekolah atau di tempat kerjanya.

Difteri adalah penyakit yang ditandai dengan panas 38 derajat Celsius, disertai adanya psedoumembram atau selaput tipis keabu-abuan pada tenggorokan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. Penyakit ini disebabkan bakterium difteri dan bisa menyebabkan kematian jika tidak mendapatkan penanganan segera. Kebanyakan penyakit tersebut dialami oleh anak-anak yang belum mendapatkan vaksin difteri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement