REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan pemerintah telah melakukan berbagai ikhtiar untuk mengatasi persoalan kekerasan terhadap anak. Mulai dari regulasi dan eksekusinya. Dari sisi regulasi sudah ada revisi UU Perlindungan Anak sampai dua kali, yakni UU 23/2002 menjadi UU 35/2014.
"Berbagai layanan sudah kita lakukan tetapi dinamika masalah sosial terkait kekerasan terhadap anak sangat variatif sehingga kita harus maksimalkan langkah preventif dan penanganan yang lebih sistemik apalagi jika pelakunya anak, agar dapat ditangani semaksimal mungkin," katanya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (1/12).
Khofifah menambahkan, upaya Kementerian Sosial (Kemensos) antara lain melalui Panti Handayani di Jakarta yang menerima rujukan dari pemerintah dan masyarakat serta memberikan layanan konseling serta trauma healing berstandar kepada anak.
"Sementara di Panti Antasena Magelang, Paramita di kota Mataram dan Todupoli di Makassar, Kemensos berkoordinasi dengan sekolah untuk kelangsungan pendidikan anak dan memperkenalkan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini," ujarnya.
Di Lembaga Perlindungan Anak Yogyakarta, Kemensos memberikan pendampingan secara sosial, psikologis dan hukum kepada korban dan pelaku kekerasan seksual anak termasuk pendampingan keluarga dari kedua belah pihak. Namun demikian, Khofifah melanjutkan, layanan ini tidak cukup jika tidak diperluas kemitraan layanan bersama masyarakat. Diperlukan peran masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah, dan keluarga inti untuk bersama-sama melindungi anak-anak.
Khofifah menjelaskan, dari hasil penelitian, 55 persen pelaku berasal dari keluarga yang utuh ayah dan ibunya. Maka kedua orang tua harus berperan maksimal dalam upaya memberikan perlindungan. Misalnya menanamkan pemahaman kepada anak bahwa mereka punya bagian intim yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, bahkan orang yang mereka kenal sekalipun.
"Jika hal ini terjadi, anak harus berteriak atau melaporkan yang dialami kepada orang tua," papar Khofifah.
Kemensos, lanjutnya, juga merekomendasikan pembatasan penggunaan internet pada anak-anak. Hal ini berkaitan dengan penyebab kekerasan seksual anak terhadap anak melalui pornografi yang diakses dari internet dan gawai menjadi penyebab tertinggi.
"Pembatasan ini bisa disesuaikan dengan kesepakatan antara anak dengan orang tua dan dengan pengawalan orang tua. Misalnya boleh mengakses internet namun dibatasi hanya untuk tayangan anak, boleh pegang gawai pada jam-jam tertentu saja seperti setelah mereka belajar atau setelah berhasil melakukan pekerjaan rumah dan tugas-tugas sekolah," ujar dia.
Upaya lainnya adalah membatasi aplikasi yang boleh diunduh dengan memanfatkan fitur pengunci aplikasi Android yang ada dalam setiap gawai. Caranya cukup beragam untuk mengunci aplikasi-aplikasi tertentu yang dirasa tidak patut untuk dilihat anak-anak. Misalnya mengunci aplikasi melalui kata sandi, Personal Identification Number (PIN), dan pemindai sidik jari.
"Intinya semua pihak harus turun tangan dengan penuh kesadaran untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Agar mereka tak menjadi pelaku maupun korban," kata dia.
Advertisement