Kamis 30 Nov 2017 04:40 WIB

Anies Baswedan Sudah Terbukti Gagal

Anies Baswedan
Foto:

Soal TGUPP pun para haters Anies ini seakan gelap mata dengan melewatkan satu fakta. Mereka lupa bahwa di era sebelumnya staf dan pembantu gubernur sosoknya misterius dan kerap berubah-ubah atribusi. Kadang hanya diakui sebagai staf magang, tapi berubah menjadi sahabat, atau besok-besok disebut rekan berdiskusi. Tapi kenyataannya anak magang itu  berkantor di Balaikota tapi digaji perusahaan swasta. Staf itu pun bisa mengatur agenda pertemuan rutin gubernur dengan pengusaha tanpa ada transparansi dari isi pertemuan itu. 

 

Jika perbandingannya seperti itu, saya lebih setuju tim gubernur digaji sendiri dengan APBD ketimbang digaji pengusaha. Sebab dengan itu kinerjanya lebih transparan, mudah diawasi, dan bisa diukur kinerjanya. 

 

Tapi mungkin saya yang terlalu berburuk sangka kepada para barisan sakit hati yang kini mengkritisi TGUPP dan kolam ikan. Mungkin saja mereka memang ingin agar Anies Baswedan kreatif dengan menunjuk anak magang yang digaji oleh pengusaha kelas kakap. Barang kali bila staf pembantu gubernur digaji uang pengusaha maka bisa mengatur banyak pertemuan rahasia dengan si pengusaha itu, seperti era lalu.

 

Ah, memang sulit ditebak jalan hati para barisan sakit hati ini. Mungkin kritikan mereka baru akan mereda saat jago mereka kembali ke kursi kuasa. Sama sejatinya seperti pada cheerleader kekuasaan saat ini yang bisa berganti baju menjadi haters kapan saja saat kelak jagonya lengser dari Balaikota. 

 

Objektivitas dan rasionalitas jadi omong kosong. Sebab yang mereka dukung hanyalah sosok manusianya. Mau salah benar manusia junjungannya, nilai yang berlaku adalah sang idola harus selalu dibela. Fansboy.

 

Tak dapat sepenuhnya dibantah bahwa konsep berpikir seperti ini juga diidap oknum di dunia media. Dan celaka bagi sebuah bangsa jika jurnalisnya larut dalam semangat fansboy atau haters. Mengutip ahli psikologi sosial University Princeton, Ziva Kunda dalam buletin berjudul The Fase for Motivated Reasioning, "Orang (fansboy/haters) tak menyadari bahwa proses yang mereka kerjakan telah bias oleh tujuan yang ada di kepala mereka. Dan mereka hanya akan mengakses sebagian dari pengetahuan mereka yang sesuai dengan tujuan mereka."

 

Pandangan Kunda juga bisa meyasar pada jurnalis yang hanya akan memproduksi karya dengan manipulasi di kepala mereka untuk melambungkan citra atau menjatuhkannya.

 

Tapi apapun itu, semangat untuk mengkritisi Anies saat ini jauh lebih baik ketimbang untuk memujinya. Setidaknya banyak media kini yang sudah kembali kepada khitahnya. Media kini sudah kembali dalam posisi normal sebagai alat kontrol kekuasaan. Bukan justru sebagai alat sanjung puja dan jilat ludah penguasa. 

 

Mengakhiri tulisan ini saya punya sedikit doa dan harapan kepada Tuhan. Jikalau memang untuk menciptakan semangat kritis di dunia jurnalis mesti yang berkuasa pejabat yang tak mereka sukai, maka semoga tak pernah ada lagi pejabat yang mereka sukai di muka bumi.

 

Sebab satu paragraf kritikan wartawan jauh lebih berharga dari beribu-ribu artikel berita poles citra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement