Kamis 30 Nov 2017 04:40 WIB

Anies Baswedan Sudah Terbukti Gagal

Anies Baswedan
Foto:

Dalam konteks Anies Baswedan, kini yang sedang hangat disorot adalah penyusunan RAPBD DKI 2018. Ada beberapa pengalokasian anggaran yang mengundang kontroversi. Dua hal yang paling disorot adalah anggaran kolam ikan DPRD DKI senilai Rp 620 juta. Sorotan tak kalah besar juga pada anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)  sebesar Rp 28,99 miliar. Padahal di era Ahok penganggarannya hanya Rp 2,35 miliar. 

 

Mari kita soroti soal anggaran TGUPP yang melonjak paling tajam. Pihak Pemprov beralasan anggaran tinggi adalah karena penambahan personel tim pendukung gubernur sebanyak 73 orang. Alibinya adalah ke-73 orang itu diisi para ahli di segala bidang. 

 

Tapi pada kenyataannya, kita sudah pernah punya berbagai lembaga ahli yang dibentuk di tingkatan pemerintah pusat. Tapi faktanya lembaga para penasehat yang personelnya gemuk itu malah menjadi sarana untuk membalas hutang budi selama kampanye. Walhasil lembaga itu tak menghasilkan sesuatu yang signifikan dalam mendukung eksekutif. Mudah-mudahan saja ini tak sedang terulang di DKI. 

 

Satu hal lagi adalah masalah klasik bangsa ini adalah terlalu banyak pemikir dan ahli teori tapi minim eksekusi. Rasanya dengan tim sebanyak 73 orang, Anies bisa merumuskan berbuku-buku teori. Tapi apakah teori ini bisa dieksekusi?

 

Dan hal lain yang ditakutkan adalah apabila ke-73 tim gubernur ini bisa mencampuri urusan dan memerintah tiap kepala dinas. Jika itu yang terjadi maka kekacauan sistem pemerintahan dan penyalahgunaan wewenang akan rawan terjadi. 

 

Tapi hal yang paling konyol dalam RAPBD DKI adalah ratusan juta uang rakyat yang dihabiskan untuk kolam ikan. Apa memang DKI sedang mau membuka bisnis ikan hias di kantor DPRD?

 

Memang kritikan jadi terasa sangat wajar, bahkan sudah menjadi keharusan jika melihat RAPBD DKI itu. Tapi kritikan dan kebencian kini berwarna abu-abu. Kaum baper kronis kerap ikut berlindung dan menyamar di balik baju kritikus. Saat era pemilu lalu dia menjadi tim sukses lawan, tapi saat jagonya kalah dia langsung mengganti atribusi sebagai pengamat. Padahal orang-orang macam ini kalau jagonya menang akan berganti baju lagi menjadi sebagai komisaris berdasi. Sejarah sejatinya sudah mencatat siapa-siapa yang nyambi sebagai pengamat di era SBY dulu dan kini tidur lelap sebagai komisaris di era Jokowi.

 

Haters kini memang  banyak yang  menyamar di balik kritik yang disampaikan. Padahal landasan kritikannya adalah kebencian. 

 

Jadi apa pun itu, kebijakan Anies sudah mereka vonis. RAPBD 2018 sudah dianggap sebagai bukti kegagalan Anies sepenuhnya. Layaknya judul yang saya tulis, mereka sudah menyimpulkan bahwa si gubernur tak becus dan gagal sama sekali. Pikiran yang sejatinya sudah timbul beberapa saat setelah pengumuman hasil quick count Pilkada DKI.

 

Jadi sudah ada hukum tak tertulis yakni pasal 1; Anies selalu salah dan pasal 2; Anies tak pernah benar. Dan jika Anies berbuat benar sekalipun harus kembali mengacu pada pasal 1. Ya, itulah yang ada di kepala barisan sakit hati alias haters.

 

Padahal jika kembali membahas RAPBD DKI 2018, faktanya anggaran kolam ikan disusun pada 7 April 2017. Dan bagi para barisan sakit hati itu, 7 April 2017 tetap Anies yang bertanggungjawab bukannya Djarot Saiful Hidayat. Karena yang berlaku pasal 1; Anies selalu salah!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement