REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebangkitan Golkar sebetulnya tidak terlalu sulit di tengah masalah hukum yang menjerat Ketum Setya Novanto. Namun hal yang tersulit adalah menghadapi kenyataan bahwa kasus korupsi proyek KTP-elektronik yang disangkakan pada Novanto, tidak dilakukan sendirian, melainkan multipartai.
Demikian ditegaskan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Golkar 1983-1988 Sarwono Kusumaatmadja. Dia melihat ada efek bola salju yang masih belum dapat diperkirakan ke mana larinya perkara ini. "Yang susah, kenyataannya dia (Novanto) nggak kerja (korupsi) sendirian, itu kan kerjaan multi partai E-KTP itu," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Jumat (24/11).
Mantan Menteri Eksplorasi Kelautan era Presiden Abdurahman Wahid itu juga menyinggung munculnya panitia hak Angket DPR terhadap KPK. Di mana pendukung hak angket tersebut merupakan partai-partai koalisi pemerintahan.
"Kemudian (partai) oposisi nggak dukung E-KTP, apakah mereka bersih dari E-KTP? Nggak juga. Kucing pun tahu bawa angket ada hubungannya dengan E-KTP," kata dia.
Menurutnya, situasi ini cerminan korupsi yang sudah menjadi penyakit endemik dalam sistem. Penyakit ini bukan hanya ada pada dugaan kasus KTP-elektronik.
Dia menambahkan, solusinya ke depan ada di tangan suatu institusi maupun perorangan yang ada di pemerintahan dan terbebas dari masalah ini semua. Artinya, kata dia, solusinya tidak bisa dilihat secara linier dan logila menurut apa yang terlihat saat ini saja. "Mesti ada (orang bersih), kalau nggak ada, ini negara celaka," katanya.