Jumat 24 Nov 2017 02:16 WIB

Setnov Masih Bingung Kembali Jadi Tersangka Kasus KTP-El

Otto Hasibuan
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Otto Hasibuan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Setya Novanto (Setnov), Otto Hasibuan mengatakan kliennya mengaku masih bingung karena ditetapkan kembali sebagai tersangka kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Otto mengatakan, pihaknya akan mengikuti perkembangan proses penyidikan.

"Sampai sekarang terus terang saja kami belum mengetahui secara pasti, sebenarnya Pak Setya Novanto ini diduga atau disangka melakukan perbuatan yang mana," kata Otto di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/11).

Setnov disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Pasalnya kan kami tahu, Pasal 2 dan Pasal 3, yaitu perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang. Tetapi inkonkrito yang dikatakan melawan hukum yang mana dan inkonkrito yang dikatakan melakukan penyalahgunaan wewenang yang mana, sampai sekarang itu belum terlihat dan belum terumuskan," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Otto, pihaknya akan mengikuti perkembangan proses penyidikan termasuk pemeriksaan terhadap kliennya itu. "Nah oleh karena itu nanti kan dilihat setelah Pak Setya Novanto diperiksa, dari rangkaian pertanyaan kan kami akan tahu, kira-kira diarahkan ke mana sebenarnya perbuatan itu," ucap Otto.

Saat ini, Setnov telah ditahan di Rutan Negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK. KPK telah menetapkan kembali Setya Novanto menjadi tersangka kasus korupsi KTP-e pada Jumat (10/11).

Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi, menyahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-E 2011-2012 Kemendagri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement