REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Netty Prasetyani berharap, RSUD Al Ihsan menjadi rujukan layanan kesehatan untuk korban kekerasan. Oleh karena itu, RSUD Al-Ihsan bersama P2TP2A mengadakan pelatihan yang disupervisi oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Barat.
"Kami menginginkan RSUD ini menjadi rujukan layanan kesehatan yang menyelenggarakan layanan bagi korban kekerasan terutama perempuan dan anak," ujar Netty, Kamis (23/11).
Netty berharap setelah pelatihan ini nanti akan dievaluasi dari hasil supervisi, yakni apa mungkin ditambah hari, materi, teknik, maupun metodologinya. "Nanti lembaga penyelenggara rujukan lainnya dapat menggunakan hasil penyempurnaan yang dilakukan oleh BPSDM," katanya.
Menurutnya, faktor yang menyebabkan kekerasan terjadi, akar permasalahnnya adalah kemiskinan. Baik kemiskinan ekonomi maupun kemiskinan informasi dan wawasan, juga kegagalan pengasuhan dalam keluarga atau ketidakmampuan orangtua menyelenggarakan pengasuhan. "Hal tersebut tentu menjadi akar dari pohon kekerasan," katanya.
Selain itu, kata dia, seringkali orang tua tidak bisa menjelaskan tanda kedewasaan. Hal itu terutama, pada jenis sentuhan, zona pada tubuh yang harus dijaga, dan lainnya. Hal ini, tentu akan menjadi awal dari benih kekerasan dan akan menimpa anak-anak.
"Termasuk juga infrastruktur rumah yang tidak memisahkan kamar anak dan orangtua ataupun tidak adanya toilet di dalam rumah," kata Netty seraya mengatakan hal tujuan dijadikan rumah sakit tersebut sebagai rujukan kekerasan agar masyarakat tercegah dan korban tertangani.
Sementar menurut Direktur RSUD Al-Ihsan Komar Hanifi, memang sudah semestinya insan kesehatan tidak melulu mengurus kesehatan fisik tetapi juga psikis terutama pada korban kekerasan. "Pembangunan disiplin kesehatan dimulai dengan pendidikan dalam keluarga, salah satunya pola asuh yang apabila tidak tepat dapat menciptakan anak-anak dengan perilaku menyimpang," kata Komar.
Sebagai insan kesehatan, kata dia, rumah sakit tak hanya melayani kesehatan tubuh tapi juga menangani jiwa korban-korban kekerasan pada anak dan perempuan. "Kewajiban kita melindungi perempuan dan anak, yang paling banyak perempuan korban KDRT dengn luka fisik maupun psikis. Jadi sudah sewajarnya kita meringankan beban mereka," katanya.
Pelatihan ini, kata dia, diselenggarakan selama dua hari berturut-turut dengan peserta yang melibatkan petugas kesehatan seperti Dokter Spesialis, Dokter Umum, Perawat, Petugas Kemanan, dan Petugas Kebersihan. Nantinya, layanan kesehatan yang dilakukan RSUD Al-Ihsan bagi korban kekerasan ini akan dibebasbiayakan, dengan syarat memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).