REPUBLIKA.CO.ID,WAKATOBI – Masyarakat di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai sudah memiliki kesadaran tinggi dalam menjaga kawasan pesisir dan laut. Hal ini terlihat dengan ketatnya pengawasan masyarakat terhadap masalah sampah di kawasan pesisir dan laut.
“Di Labuan Bajo sudah ada kesadaran masyarakat dan pegiat lingkungannya untuk menjaga pesisir dan laut agar tetap bersih,” kata Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP Balok Budiyanto usai acara GBPL di Desa Mola Samaturu, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/11).
Menurut Balok, kesadaran masyarakat itu sudah terpola dan tersistem dalam kegiatan sehari-hari. Di mana, mereka membuah sampah pada tempatnya, diambil, dan kemudian diolah menjadi biji plastik.
Balok mengatakan, kesadaran ini terbentuk setelah adanya pembinaan dari pemerintah yang mengkampanyekan Gerakan Bersih Pantai dan Laut (GBPL) di Labuan Bajo. Padahal sebelumnya, masyarakat kerap abai dalam masalah sampah ini, yakni membuang sampah ke laut.
“Alhamdulilah sekarang terus kita berikan pendampingan agar kesadaran ini dipertahankan,” kata Balok.
Ditanya soal masalah sampah di kawasan pesisir di Indonesia, Balok mengatakan bahwa masyarakat perlu terus diberikan edukasi agar tidak lagi membuang sampah di laut dan pantai. Karena, 60 persen masyarakat Indonesia tinggal di pesisir. “Jadi kawasan laut, pesisir, dan pantai wajib dijaga,” kata Balok.
Sedangkan kondisi saat ini menunjukkan, Indonesia menempati posisi kedua dalam negara-negara yang perairannya mengalami pencemaran. Di mana, pencemaran didominasi oleh banyaknya sampah yakni mencapai 1,29 juta metrik ton/tahun setelah Cina yang mencapai 3,53 juta metrik ton/tahun.
Karena itulah, GBPL yang merupakan bagian dari program Gerakan Cinta Laut (Gita Laut) perlu dilakukan untuk mengatasi masalah sampah dan menjadikan laut bersih. “Laut merupakan sumber penghasilan masyarakat Indonesia. Jika lautnya sehat maka ikannya melimpah dan masyarakat ikut sejahtera,” kata Balok.