REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional menilai perbandingan kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan pengungkapan kasus terorisme tidak sepadan. Keduanya bukan kasus yang sama dan dengan karakteristik yang berbeda.
Sejumlah pihak mempertanyakan lamanya kepolisian dalam mengungkap kasus penyerangan Novel dan membandingkan cepatnya polisi dalam mengungkap terorisme. "Kita tidak bisa bandingkan dua kasus ini, tidak apple to apple," ujar Komisioner Kompolnas Poengky Indarti dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/11).
Kasus terorisme, menurut Poengky, sudah diketahui polanya oleh kepolisian. Hal ini berbeda dengan jenis kejahatan hit and run seperti yang terjadi pada Novel Baswedan. "Pakem teroris sudah jadi makanan polisi sehari hari," kata dia.
Dalam kasus Novel, Poengky menuturkan, sudah terencana. Bahkan, dia menerangkan, penyerang Novel memiliki rencana yang sistematis.
"Kasarnya (penyerang Novel) profesional, mengerti hukum dan teknologi. Ini sophisticated crime ya saya lihat," kata dia.
Namun, dia mengatakan, bukti yang dikumpulkan polisi belum bisa menunjukkan titik terang pelaku. Di samping itu, dia menilai, lamanya pengungkapan kasus Novel juga tidak bisa menjadi ukuran ketidakprofesionalan polisi dalam mengungkap kasus ini.
"Memang rumit, polisi susah, seratus dua ratus hari tidak bisa jadi ukuran," ujar Poengky menambahkan.
Poengky pun menyebutkan kasus pembunuhan aktivis Kontras Munir yang pada bulan ketujuh baru memunculkan nama Polycarpus sebagai tersangka. Nama tersebut diperoleh setelah membuka provider seluler.
Kasus Novel saat ini berada dalam penanganan Polda Metro Jaya. Hingga kini bukti-bukti yang diperoleh polisi masih belum bisa menunjukkan titik terang pelaku penyiraman Novel. Meskipun, salah satu sketsa wajah terduga pelaku telah dibuat. Sedangkan satu sketsa lainnya masih dalam tahap penyelesaian.
Untuk diketahui, Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa (11/4). Sampai saat ini, pria yang menangani kasus megakorupsi KTP-El itu pun kini menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya imbas penyerangan itu.