REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam upaya menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks, khususnya dalam menghadapi kejahatan yang melibatkan teknologi dan kelompok rentan, Polri mengambil langkah strategis dengan membentuk dua direktorat baru, yaitu Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta penguatan Direktorat Siber di tingkat Polda.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, mengatakan Kapolri telah lama berkomitmen untuk memperkuat dan mengembangkan organisasi Polri, terutama dalam merespons isu-isu penting seperti perlindungan perempuan dan anak dari bahaya kekerasan. Kepedulian ini merupakan salah satu prioritas utama dalam upaya Polri untuk melindungi kelompok rentan dari berbagai bentuk kekerasan yang terus meningkat.
Poengky mengatakan, pembentukan direktorat yang khusus menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat dinantikan, terutama mengingat meningkatnya kasus-kasus perdagangan orang, di mana korban utamanya adalah perempuan dan anak-anak.
"Dengan adanya direktorat baru ini, penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta perdagangan orang bisa lebih terfokus dan terintegrasi, menjadikannya sangat relevan dengan kebutuhan saat ini," ujarnya dalam siaran pers, Ahad (22/9/2024).
Kompolnas telah lama mengingatkan banyaknya kasus kejahatan yang melibatkan perempuan dan anak sebagai korban memerlukan penanganan lebih maksimal dari Polri. Peran Polwan, menurut Poengky, juga perlu lebih diutamakan, dan status unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) perlu ditingkatkan menjadi direktorat. Pada akhir 2021, Kapolri mengumumkan bahwa status unit PPA akan dinaikkan menjadi Direktorat PPA.
Dengan telah ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) oleh Presiden, diharapkan Direktorat PPA dan Perdagangan Orang dapat segera beroperasi dengan baik, dipimpin oleh seorang Perwira Tinggi Polwan. Harapan besar dari masyarakat adalah bahwa direktorat ini akan mampu menangani kasus-kasus tersebut dengan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas yang tinggi.
Pembentukan Direktorat Siber
Selain itu, kata Poengky, Kapolri juga sangat memperhatikan perkembangan teknologi dan informasi, termasuk media sosial, yang berdampak signifikan pada meningkatnya kejahatan siber. Kesadaran akan kecepatan perubahan ini menjadi dasar bagi Polri untuk terus mengembangkan kapasitas dalam menghadapi berbagai bentuk kejahatan siber yang semakin kompleks.
Untuk itu dilakukan penguatan Direktorat Siber, khususnya di tingkat Polda agar dapat berdiri sendiri, karena saat ini Direktorat Siber di Polda masih digabungkan dengan Krimsus. Penguatan ini sangat penting mengingat di masa depan Siber akan semakin sibuk menangani berbagai jenis kejahatan siber seperti phishing, prostitusi online, pornografi yang melibatkan perempuan dan anak, hacking, perdagangan narkoba, pemalsuan kartu kredit, penipuan online, berita hoaks, kejahatan kebencian (hate crime), terutama pada tahun-tahun politik mendatang.
Polri telah mengumumkan Kemenpan RB telah menyetujui usulan untuk memperkuat Direktorat Siber di tingkat Polda secara bertahap. Penguatan ini akan dimulai di beberapa Polda besar seperti Polda Metro Jaya, Polda Sumut, Polda Jabar, Polda Jateng, Polda Jatim, Polda Bali, Polda Sulteng, dan Polda Papua. Prioritas diberikan kepada Polda yang menangani banyak kasus siber, memiliki profesionalitas tinggi di antara anggotanya, serta berada di wilayah dengan tingkat kerawanan yang tinggi.
"Penguatan Direktorat Siber di Polda besar ini diharapkan mampu menangani tantangan kejahatan siber yang semakin kompleks di masa depan," katanya.