REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan DPR sebaiknya tidak menghambat proses terbitnya Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) tentang penanganan pelanggaran administrasi Pemilu. Hasil penanganan pelanggaran tanpa dasar hukum yang kuat dinilai rentan digugat kembali oleh berbagai pihak.
Menurut Titi, jika berdasarkan pada pasal 465 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, penanganan pelanggaran administrasi pemilu didasarkan kepada Perbawaslu. Dengan demikian, jika saat ini Bawaslu menggunakan surat edaran (SE) yang bersifat internal maupun perbawaslu sebelumnya, maka dasar hukum dianggap tidak cukup kuat.
"Semua pihak mestinya taat pada ketentuan UU Pemilu. Demi kepastian dan penegakan hukum pemilu," ujar Titi ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (29/10).
Titi menilai, persoalan perbawaslu yang belum kunjung terbit bukan menjadi salah Bawaslu. Sebab, Bawaslu sudah menyampaikan rancangan Perbawaslu kepada DPR. "Tapi (problemnya) di DPR dan pemerintah. Semestinya DPR tidak menghambat proses pemilu. DPR tidak bisa berdalih (belum menjadwalkan konsultasi perbawaslu) akibat kesibukan mereka," lanjutnya.
Mekanisme konsultasi sebelum penetapan perbawaslu maupun peraturan KPU (PKPU) telah disepakati oleh DPR. Dengan begitu, konsekuensi logis yang harus dilakukan DPR adalah menjadwalkan konsultasi.
Jika DPR tidak segera menjadwalkan konsultasi, kata Titi, maka Bawaslu bisa langsung mengesahkan rancangan perbawaslu. "Sebab Bawaslu punya batasan dalam menanti waktu konsultasinya," tegas dia.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu, Abhan, mengatakan pihaknya sudah menyiapkan rancangan Perbawaslu tentang penanganan pelanggaran administrasi Pemilu. Bawaslu menunggu jadwal konsultasi rancangan perbawaslu tersebut dengan komisi II DPR.