REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah perlu segera membuat regulasi turunan terkait pengesahan Undang Undang tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang bertujuan meningkatkan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
"Regulasi telah dibuat, sekarang tinggal implementasi dari pemerintah. DPR siap mengawal bersama rakyat dan pekerja migran," kata Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (27/10).
Fahri memaparkan, dalam UU Perlindungan Pekerja Migran ada perbedaan signifikan dengan UU sebelumnya yaitu memberikan perlindungan maksimal kepada pekerja migran di berbagai tahap. Ia mengemukakan, tahapan yang diberikan perlindungan maksimal itu mulai dari prapenempatan, saat penempatan, hingga saat kepulangan dan berbaur dengan tempat asalnya.
"Ini juga menggeser cara pandang negara kepada pekerja migran, dari `produk atau komoditas menjadi aset negara," tuturnya.
Dia menyatakan, implikasi dari UU Perlindungan Pekerja Migran adalah negara harus menerapkan atase khusus tenaga kerja di kedubes RI di mana TKI berada. Selain itu, UU baru tersebut juga memperluas cakupan perlindungan terhadap keluarga pekerja migran, anak buah kapal dan pekerja migran perikanan, yang belum tercakup dalam UU dahulu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan pentingnya perbaikan dan penataan pendidikan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Darmin mengatakan pembenahan pendidikan vokasi harus mulai dilakukan pada kurikulum, tenaga pendidik, peralatan pembelajaran, program studi dan bidang keahlian serta teaching factory.
Menko Perekonomian menambahkan program pelatihan vokasi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha menjadi isu penting, apalagi dalam era globalisasi, kualitas sumber daya manusia merupakan kunci untuk bersaing dan memenangkan kompetisi. Darmin mengatakan kebijakan mengenai penyediaan tenaga kerja terampil siap pakai ini krusial untuk mendukung kebijakan besar lainnya di bidang perekonomian.
Beberapa di antaranya terkait pembangunan infrastruktur fisik, kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, serta infrastruktur industri yang sifatnya non-fisik seperti Kawasan Industri, Kawasan Ekonomi Khusus, dan Kawasan Pariwisata Strategis Nasional.
Untuk itu, ia menyampaikan apresiasi terhadap program pembinaan dan pengembangan SMK yang sejalan dengan kebutuhan industri sehingga bisa menjadi program berkelanjutan dan dapat dikembangkan ke seluruh Indonesia