REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PBNU Imam Azis mengaku belum bisa mengomentari apa yang disebutkan dalam dokumen AS soal keterlibatan NU terhadap pembersihan anggota PKI. Ini karena ia belum membaca secara utuh.
Namun, melihat pola umumnya, NU berada pada poros politik Nasakom-nya Soekarno.
"NU sangat dekat dengan Soekarno. Jika ada konflik dengan PKI, maka tidak sampai menjadi kekerasan, apalagi pembunuhan," ujar Imam Azis kepada Republika.co.id, Jumat (20/10).
Sejak peristiwa G30S, kata Imam, situasi lapangan diarahkan menjadi konflik terbuka dan dibiarkan menjadi kekerasan. Imam mengungkapkan, hal yang paling mencolok ketika itu adalah diciptakan situasi saling curiga dan seolah semua orang terancam oleh gerakan PKI.
"Maka ada ungkapan 'dibunuh atau membunuh', semua orang terprovokasi dengan situasi itu," jelasnya.
Sebelumnya pada Selasa (17/10), Kedutaan Besar AS di Jakarta mengungkap ke publik ribuan dokumen pada 1963-1966 mengenai gerakan anti-Komunis di Indonesia.
Sedikitnya 500 ribu orang tewas antara 1965-1966 menyusul gerakan pembersihan yang disebut dokumen melibatkan militer. BBC yang mengutip dokumen juga menyebut keterlibatan milisi Muslim dalam gerakan melawan Komunis.
Dalam dokumen staf AS menggambarkannya sebagai 'pembantaian' dan pembunuhan 'tanpa pandang bulu'. Menurut dokumen AS, ditunjukkan keterlibatan barisan pemuda NU dalam pembunuhan orang-orang yang ternyata bukan anggota Komunis. Pembunuhan lebih dikarenakan oleh persoalan pribadi.
Baca Juga: AS Buka Dokumen Rahasia Gerakan Anti-PKI 1965.