REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa istilah Pribumi yang sempat dilontarkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam pidato politiknya hanya merupakan istilah politik.
"Sekarang timbul masalah dengan istilah sekarang yang lagi ramai, pribumi. Di mana kita mengambil pribumi ini, pribumi ini istilah politik," ujarnya saat ditemui Republika.co.id di Kantor ICMI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (18/10).
Ia menuturkan, dalam sejarah tercatat bahwa kaum pribumi dulunya menghadapi Timur Asing, yaitu warga negara asing yang menjadi penduduk Hindia Belanda yang memegang paspor dari negara asing non-Eropa, misalnya dari negera-negara Arab, Cina, Jepang dan lain-lain.
"Artinya Timur Asing itu malah membantu penjajah. Sejarahnya kan begitu. Ini kan soal sejarah. Nah pola ekonomi ini kan sebenarnya masih kayak dulu. Istilah pribumi ini istilah politik itu, tidak boleh juga kita abaikan, nyatanya memang ada," ucapnya.
Karena itu, kata dia, secara hukum istilah Pribumi memang tidak diperkenankan pada era Reformasi. Menurut dia, dulu istilah ini masih mempengaruhi dan mewarnai kebijakan resmi. Namun, setelah era reformasi tidak ada lagi.
"Kalau dulu masih mempengaruhi, mewaranai kebijakan resmi, tapi sekarang setelah reformasi tidak ada lagi. Jadi Istilah pribumi ini bukan istilah hukum, hanya istilah politik," katanya.
Ia pun meminta kepada semua pihak agar istilah pribumi tersebut tidak dibesar-besarkan, sehingga Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pun bisa bekerja dengan baik untuk membangun Jakarta.
"Dalam istilah politik nyatanya memang masih ada, oleh karena itu tidak bisa dibesar-besarkan. Jangan karena tidak menggunakan pribumi, kita tidak mau bekerja lagi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi," jelasnya.
"Saran saya kerjakan sajalah nggak usah terlalu banyak pidato, urusan pribumi dan non pribumi itu. Dikerjakan saja, daripada menimbulkan kontroversi yang tidak perlu," imbuhnya.