REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pada Senin (9/10) penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan direktur Bank Internasional Indonesia (BII), Dira Kurniawan Mochtar. Dira akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT).
"Saksi Dira Kurniawan, swasta kami periksa untuk tersangka SAT," kata Febri saat dikonfirmasi, Senin (9/10).
Diketahui, Dira juga menjadi salah satu orang yang dicegah untuk berpergian ke luar negeri oleh KPK pada Oktober 2007 silam. Pencegahan dilakukan karena Dira diduga ikut tersangkut dalam skandal mega korupsi BLBI yang menyeret Syafruddin.
KPK pada April lalu menetapkan Syafruddin sebagai tersangka dalam kasus BLBI. Kasus ini telah melalui proses penyelidikan di KPK sejak 2014 lalu.
Syafruddin yang menjabat sebagai ketua BPPN sejak April 2002 ini menyampaikan usulan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) pada Mei 2002. Isi usulan tersebut, yakni agar KKSK menyetujui terkait perubahan proses litigasi Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun. Artinya, BDNI mempunyai kewajiban mengembalikan aset kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Namun, dari Rp 4,8 triliun tersebut, yang dikembalikan kepada BPPN atau yang telah direstrukturisasi, hanya sebesar Rp 1,1 triliun. Dana ini pun ditagihkan oleh pihak BDNI kepada nasabah yang berasal dari kalangan petani tambak. Hasil restrukturisasi itu adalah Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable dan ditagihkan kepada petani tambak.
Sedangkan sisanya, yakni Rp 3,7 triliun, itu tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Sehingga seharusnya masih ada dana sebesar Rp 3,7 triliun yang perlu ditagihkan kepada BDNI selaku salah satu perbankan penerima BLBI.
Namun, pada april 2004, tersangka Syafruddin ini mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham atau Surat Keterangan Lunas (SKL), terhadap Samsul Nur Salim selaku pemegang saham mayoritas di BDNI. Padahal, saat itu seharusnya masih ada kewajiban dari Samsul ini sebesar Rp 3,7 triliun tadi.