REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elektabilitas Partai Golkar disebut stagnan, bahkan cenderung menurun sebagaimana hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Elektabilitas Partai Golkar menurun sejak akhir Desember 2015 dari 12,3 persen menjadi 11,4 persen pada September 2017.
Koordinator Bidang Kesra Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar mengaku tak begitu khawatir dengan penurunan partai berlambang pohon beringin tersebut. Sebab, menurutnya memang tren penurunan terjadi karena kader-kader Partai Golkar belum turun ke masyarakat. "Saya kira saya tidak terlalu khawatir, kita masih dalam situasi aman. Karena kami juga belum bergerak, belum ke mana-mana makanya masih 11,4 persen," ujar Roem saat dihubungi pada Jumat (6/10).
Menurutnya, elektabilitas Partai Golkar memang selama ini berada di kisaran antara 14-16 persen, seperti halnya pada Pemilu 2014 lalu. Bahkan saat Partai Golkar dipimpin oleh Jusuf Kalla waktu itu juga, Partai Golkar hanya mendapat 14 persen.
Karenanya, demi mengejar target minimal seperti 2014 lalu, Partai Golkar kini tengah mengkonsolidasikan seluruh kader untuk kembali menaikkan elektabilitas Partai Golkar di masyarakat. Ia pun meyakini, jika kader-kader terbaik Partai Golkar sudah turun, tidak sulit untuk kembali menaikkan elektabilitas tersebut.
"Kalau tokoh-tokoh kita sudah bergerak semuanya karena kebijakan kepada rakyat, saya yakin kita kembali lagi ke 16 persen bahkan bisa 20, optimistis harus, kita masih punya waktu dua tahun buat sampai target, " ujar Roem.
Ia pun menilai wajar penurunan elektabilitas Partai Golkar lantaran dua tahun lalu Golkar sempat mengalami perpecahan karena adanya dualisme kepengurusan. Hal ini bisa jadi disebabkan karena dinamika tersebut.
Roem juga tidak sependapat jika penurunan elektabilitas Golkar dilimpahkan kepada persoalan hukum yang menimpa Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proeyek KTP elektronik (KTP-el). "Ya nggak juga. Kepemimpinan Pak Novanto ini baru satu tahun, belum sampai malah. Waktu pada saat itu ada gonjang ganjing pecah dua itu, maka turun sampe sembilan persen bahkan, nah sekarang kan ada peningkatan justru," katanya.
Hasil Survei SMRC dengan pertanyaan semi-terbuka mengenai parpol diketahui sebanyak 27 persen warga akan memilih PDIP diikuti Golkar sebanyak 11,4 persen, Gerindra sebanyak 10,2 persen dan Demokrat sebanyak 7 persen. Sebanyak 19 persen pemilih tercatat belum menentukan pilihan.
"Secara tren, ada kecenderungan bahwa dibanding Pemilu 2014, dukungan kepada semua parpol kecuali PDIP cenderung menurun atau stagnan. Misalnya Golkar dapat 14 persen, sekarang pada posisi 11 persen. PDIP satu-satunya parpol yang kecenderungan suaranya menguat jika terlihat di trennya," ujar Direktur Eksekutif Djayadi Hanan.