Rabu 27 Sep 2017 16:46 WIB

Kiara: Reklamasi tak Cocok Diterapkan di Indonesia

Sebuah proyek reklamasi (ilustrasi)
Foto: Antara
Sebuah proyek reklamasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan reklamasi tidak cocok untuk bangsa Indonesia. Menurutnya Indonesia memiliki daerah sangat luas yang seharusnya lebih dioptimalkan ketimbang mengambil jalan pintas dengan mereklamasi.

"Reklamasi kurang pas bagi bangsa ini, bisa dicek banyak juga lahan yang sebenarnya bisa dimanfaatkan," kata Sekjen Kiara, Susan Herawati Romica di Jakarta, Rabu (27/9).

Menurut Susan, Pusat Data dan Informasi Kiara 2016 mencatat lebih dari 107.000 keluarga nelayan yang telah merasakan dampak buruk 16 proyek reklamasi yang tersebar di berbagai daerah. Selain itu, ujar dia, pertambangan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tersebar di 20 wilayah di Tanah Air juga disebut telah berkontribusi menghilangkan penghidupan warga dan menghancurkan ekologi pesisir.

Sekjen Kiara juga berpendapat agar jangan membandingkan Indonesia dengan Singapura terkait dengan persoalan reklamasi, karena luas Singapura relatif kecil, dan RI memiliki banyak area yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan.

Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menegaskan aktivitas reklamasi kini kerap digencarkan di sejumlah daerah merupakan bentuk perampasan laut yang mengurangi akses nelayan tradisional terhadap sumber daya laut.

"Proyek reklamasi di 28 titik wilayah pesisir Indonesia sebagai 'ocean grabbing' atau bentuk perampasan laut dari nelayan tradisional oleh para pengusaha yang rakus," kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata.

Menurut dia, melalui dalih untuk membangun wilayah pesisir yang diklaim telah rusak seperti di Teluk Jakarta, pengusaha "rakus" untuk mendapat keuntungan berlipat-lipat dengan proyek yang merusak. Ia mengingatkan bahwa terdapat kajian yang menyatakan bahwa berbagai proyek reklamasi itu diindikasikan melanggar peraturan prosedur hukum yang ada mulai dari perencanan zonasi, perizinan hingga pelaksanaannya menyangkut kajian lingkungan.

Selain itu, KNTI juga menyesalkan terjadi sejumlah kasus dugaan perampasan tanah di pulau-pulau kecil untuk usaha investasi bisnis pariwisata dan dilakukan dengan cara kriminalisasi terhadap nelayan yang melawan aktivitas tersebut.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan reklamasi Pulau C, D, dan G di Pantai Utara Jakarta berlanjut menyusul sejumlah persyaratan yang telah dipenuhi pengembang.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai keputusan pemerintah untuk mencabut moratorium reklamasi di Teluk Jakarta akan menciptakan pertumbuhan ekonomi baru dan secara umum memberikan sentimen positif bagi Indonesia.

"Akan muncul lahan dan pertumbuhan ekonomi yang baru," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, di Jakarta, Senin (11/9).

Menurut Hariyadi, moratorium yang dikeluarkan pemerintah lebih berdasarkan keputusan politis. Padahal, pembangunan reklamasi merupakan hal umum yang banyak dilakukan sejumlah negara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement