Sabtu 23 Sep 2017 20:19 WIB

KPK Apresiasi Wali Kota Cilegon yang Menyerahkan Diri

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Endro Yuwanto
OTT Suap Wali Kota Cilegon. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memberikan paparan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Wali Kota Cilegon di KPK, Jakarta, Sabtu (23/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
OTT Suap Wali Kota Cilegon. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memberikan paparan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Wali Kota Cilegon di KPK, Jakarta, Sabtu (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengeluaran surat izin amdal pembangunan Transmart. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengapreasiasi sikap Tubagus yang menyerahkan diri pada penyidik KPK setelah terjadi operasi tangkap tangan (OTT).

"Kami (KPK) apresiasi TIA (Tubagus Iman Ariyadi) yang mendatangi Gedung KPK pukul 23.00 WIB untuk menyerahkan diri karena kalau tidak begitu, cepat atau lambat penyidik akan menjemput yang bersangkutan," kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (23/9).

Dalam OTT ini KPK mengamankan uang Rp 1,152 miliar. Uang tersebut, kata Basaria, diduga merupakan bagian dari komitmen Rp 1,5 miliar untuk TIA melalui transfer dari PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) dan PT Brantas Adipraya (BA) lewat Cilegon United Football Club (CUFC). "Agar dikeluarkan perizinan untuk pembangunan Transmart," katanya.

KPK menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Aryadi; Ahmad Dita Prawira (Kepala Badan Perizinan dan Terpadu Penanaman Modal Kota Cilegon) Hendry (pegawai swasta), Bayu Dwinanta Utama (Manajer PT BA). Eka Wandoro (Legal Manager PT KIEC), dan Tubagus Danny Sugihmukti (Direktur Utama PT KIEC sebagai tersangka).

Sebagai pihak yang diduga pemberi, yakni Bayu Dwinanta Utama, Eka Wandoro, dan Tubagus Danny Sugihmukti disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Tubagus Iman Aryadi, Ahmad Dita Prawira, dan Hendry, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 yang diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan hukuman minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement