REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik diputarnya kembali film sejarah pemberontakan G30S/PKI masih terus bergulir. Salah satunya film bermuatan sejarah kekejaman itu dianggap tidak ramah anak, karena mengandung unsur kekerasan. Namun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri mendukung penuh pemutaran kembali film garapan Arifin C Noer tersebut.
Ketua KPAI Susanto menyatakan anak-anak Indonesia harus mengetahui sejarah yang pernah terjadi di Indonesia di masa lalu, termasuk G30S/PKI. Karena hal itu, Susanto mengatakan, bagian kesejarahan yang tidak boleh hilang dari khazanah Indonesia. "Tapi memang dari sisi penyampaian itu (film G30S/PKI, Red) butuh inovasi," terang Susanto, saat ditemui di Kantor KPAI Pusat, Jakarta Pusat, Jumat (22/9).
Kemudian jika anak-anak memang harus menonton film itu, maka harus ada pendampingan. Susanto mengatakan anak-anak harus didampingi guru sejarah dan juga orang tua. "Pendampingan ini perlu dilakukan, agar konteks dari film G30S/PKI itu dapat dicerna dan dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Jadi selama ada pendamping itu tidak masalah," tambahnya.
Menurut Susanto, setiap anak memiliki kerentanan yang berbeda-beda terhadap apa yang dilihatnya. Sebab ada anak-anak yang memang rentan untuk menirukan adegan dalam film tersebut. Namun ada pula yang tidak mudah meniru atau memiliki self protect yang cukup kuat. Sehingga dengan kondisi psikologi seperti itu lebih baik didampingi guru sejarah dan orang tua.
Terkait inovasi atau rencana film itu didaur ulang kembali, Susanto mengapresiasinya. Namun dia juga memberikan catatan agar dikaji secara komprehensif. Itu agar inovasi dan menu baru yang ditampilkan benar-benar memiliki nilai sejarah. "Jadi apapun inovasinya jangan sampai kontak sejak sejarahnya hilang dan bergeser," kata Susanto.
Sebelumnya, rencana pemutaran kembali film itu diinisiasi oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Bahkan Panglima memerintahkan jajarannya untuk menggelar nonton bersama film itu. Gatot beralasan pemutaran ulang film itu untuk mengingatkan peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965 silam agar tidak terulang.