Kamis 07 Sep 2017 14:08 WIB

Fadh: Saya hanya Jalankan Perintah Atasan untuk Melakukan Korupsi

Politikus partai Golkar, Fadh El Fouz alias Fadh A Rafiq berjalan menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Senin (15/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Politikus partai Golkar, Fadh El Fouz alias Fadh A Rafiq berjalan menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Senin (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Jakajarta  -- Politikus Partai Golkar Fadh El Fouz, terdakwa kasus dugaan suap dalam pengadaan laboratorium komputer MTs tahun anggaran 2011 dan Alquran tahun anggaran 2011-2012 di Kementerian Agama, mengaku bahwa ia hanya menjalankan perintah atasan untuk melakukan korupsi.

"Saya bukan pejabat negara melainkan hanya seorang yang di bawah tekanan menjalankan perintah atasan saya di organisasi yaitu Priyo Budi Santoso dan Zulkarnain Djabbar," kata Fadh dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (7/9).

Dalam perkara ini, Fadh yang pada 2011-2012 menjabat sebagai Ketua Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong (Gema MKGR) dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp 3,41 miliar.

Priyo Budi Santoso adalah mantan Ketua MKGR sekaligus mantan Wakil Ketua DPR sedangkan Zulkarnain Djabbar adalah mantan Wakil Ketua MKGR yang juga mantan anggota Komisi VIII dari fraksi Partai Golkar.

"Saya diamanahkan menjadi ketua ormas (organisasi kemasyarakatan) generasi muda MKGR yang wajib tunduk dan patuh terhadap putusan pimpinan dalam hal ini ketua MKGR bapak Priyo Budi Santoso dan wakil ketua MKGR Zulkarnaen Djabar dan bertanggung jawab untuk menggerakkan roda keuangan bulanan organisasi yang tidak mendapat uang dari pemerintah sehingga roda bulanan dikerjakan ketua umum, termasuk dengan pertimbangan posisi saya sebagai ketum Gema MKRG tidak diganti dengan orang lain," tambah Fadh.

Fadh juga mengaku mau untuk mengerjakan proyek Alquran itu karena menurutnya masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memiliki Alquran. "Kemudian kurangnya kebutuhan Alquran untuk masyarakat Indonesia, kebutuhan Al Quran itu 1:1000 jadi pengadaan Alquran sangat membantu umat Muslim dan sangat dibutuhkan msyarakat karena masih banyak masyarakat Muslim yang tidak mendapatkan bantuan Alquran sehingga mendorong saya membantu agar pengadaan tersebut terlaksana," kata Fadh.

Fadh yang saat ini menjadi tiga ketua organisasi kemasyarakatan (ormas) besar yaitu Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan MKGR menyatakan dirinya hanyalah pion. "Saya juga adalah orang yang membuka kasus ini pertama kali sebagai bentuk saya ikut memberantas korupsi di Indonesia dan penyesalan saya karena mau diminta atasan untuk melakukan tindak pidana korupsi," ungkap Fadh.

Ia juga sudah mengembalikan uang Rp 3,41 miliar yang didapat dari pengadaan Alquran. "Saya telah mengakui kesalahan saya dan ingin mengembalikan uang tersebut bertahun-tahun lalu, tapi belum diberikan kesempatan oleh penyidik KPK untuk mengembalikan uang tersebut sampai saya ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK sampai saya memaksa mengembalikan uang pada 28 April 2017 lalu," tambah Fadh.

Meski dalam tuntutan JPU KPK Fadh tidak disebut mendapat status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator), namun Fadh mengaku ia sudah mendapatkan status tersebut. "Terima kasih kepada JPU yang telah memberikan justice collaborator kepada saya sehingga apapun yang diputuskan majelis hakim nanti dapat memberikan harapan ke saya saat menjadi narapidana ke lapas, ini penghargaan ke saya dalam kasus ini," ungkap Fadh.

Terhadap hal itu, ketua majelis hakim pun mempertanyakan kepada jaksa. "Apakah sudah ada penetapan sebagai JC?" tanya hakim Hariono.

"Draftnya sudah maju tapi sampai saat ini masih proses," kata JPU KPK Heradian Salipi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement