Selasa 05 Sep 2017 21:08 WIB

Asrul Sani: Penggugat Angket KPK tak Punya Legal Standing

Rep: Santi Sopia/ Red: Andi Nur Aminah
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Asrul Sani.
Foto: Antara/Resno Esnir
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Asrul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Arsul Sani mengatakan pemohon uji UU MD3 terkait objek hak angket DPR tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan uji materi. Menurut Asrul, pemohon tidak dirugikan hak konstitusionalnya.

"Pandangan hukum DPR, mereka tak memiliki legal standing, mereka tidak menguraikan kerugian konstitusional, kecuali yang mohon itu kelembagaan, KPK misalnya," kata Asrul di Gedung MK, Selasa (5/9).

Dia mengatakan Pansus angket akan terus melanjutkan langkahnya. Dia mengibaratkan KPK saat harus memanggil pihak tertentu, tetapi karena terhambat gugatan, maka pemanggilan itu harus ditunda. "Logika seperti itu /kan bahaya. Bayangkan KPK harus panggil orang tapi harus menunggu putusan MK," katanya.

Dalam keterangan Asrul di persidangan, pada dasarnya DPR memandang pasal 79 ayat (3) dan Pasal 199 ayat (3) Undang-Undang tentang UU MD3 yang mengatur penggunaan hak angket DPR tetap bisa dijadikan dasar pembentukan panitia angket dan tidak bertentangan dengan pasal 28 ayat 1. KPK, juga kata dia, bukan lembaga yudikatif maupun legislatif sehingga bisa menjadi objek angket. Asrul menambahkan juga bertanggungjawab atas keberlangsungan keberadaan KPK yang semakin kuat ke depannya.

"Kenapa kok pas angket KPU, BI, terkait Century diam-diam saja? Kan lembaga independen juga. Orang hanya ribut ketika menyasar KPK, itu atas nama ilmuan atau cinta KPK?" kata dia.

Adapun pemohon gugatan ini yaitu mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas bersama tiga badan hukum yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan KPK seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Sedangkan ahli yang dihadirkan pihak pemohon, Bivitri Susanti (Dosen STHI Jentera) menyatakan angket bukan satu-satunya jalan untuk mengawasi KPK. Menurutnya, masih ada model pengawasan lain yang relevan, seperti rapat konsultasi, dengar pendapat dan lainnya kalau konteksnya untuk efektivitas lembaga.

"Saya khawatir kita terjebak pikiran kalau enggak ada hak angket KPK enggak bisa diawasi, tidak juga. Lalu pertanyaan lain kenapa pas angket BI, Pelindo, tidak ribut karena bergantung forum yang sesuai, itu tidak relevan ke ke MK misalnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement