REPUBLIKA.CO.ID, MADURA -- Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, sejak Proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia tidak terlepas dari berbagai persoalan yang berkaitan dengan ketahanan nasional. Hal itu lantaran dalam perjalanan sejarahnya, NKRI mengalami pasang surut dalam menjaga eksistensi dan kelangsungan hidup sebagai sebuah bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat.
"Dalam merumuskan Strategi Pertahanan Negara, Kemenhan selalu mengacu pada kondisi aktual potensi ancaman negara masa kini dan masa yang akan datang," ujarnya dalam siaran pers saat memberikan kuliah umum 'Bela Negara' kepada ratusan mahasiswa dan dosen Universitas Trunojoyo, Madura, Jawa Timur, Senin (21/8).
Dari penentuan definisi persepsi ancaman negara tersebut, Ryamizard kemudian merumuskan dan menetapkan kebijakan pertahanan negara yang pelaksanaannya akan melibatkan semua komponen bangsa dengan rumusan siapa berbuat apa.
Termasuk di dalamnya merumuskan kebijakan (politik) penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) beserta alutsista sebagai komponen utama yang didukung oleh sumber daya nasional lainnya sebagai Komponen Cadangan (Komcad) dan Komponen Pendukung. Kedua komponen ini dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama.
"Masih segar dalam ingatan saya pernyataan dari presiden kelima Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri yang menggetarkan hati pada 2004 lalu, saat beliau berkunjung ke Papua yang menyatakan, 'Seribu kali pejabat Gubernur di Papua diganti, Papua tetap di sana, seribu kali pejabat daerah dan bupati Papua diganti Papua tetap di sana, tetapi satu kali TNI dan Polri ditarik dari tanah Papua, besok Papua merdeka'," tutur mantan KSAD era Megawati itu.
Mengacu hal itu, dia mengatakan, bisa dijadikan refleksi betapa pentingnya dukungan segenap komponen bangsa terhadap TNI dan Polri sebagai perekat dan pemersatu bangsa. "Kesadaran bela negara untuk memperkuat jati diri dan memperkuat persatuan nasional merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Khususnya bagi bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan telah bertekad untuk membela, mempertahankan, dan menegakkan kemerdekaan, serta kedaulatan negara dan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Khusus mengenai adanya gerakan terorisme dan radikalisme, Ryamizard menekankan, semua agama tidak pernah mengajarkan untuk terlibat menjadi teroris dan membunuh orang lain. "Perlu kita pahami bersama bahwa ancaman terbesar terorisme bukan hanya terletak pada aspek serangan fisik yang merugikan, tetapi justru serangan propaganda Ideologi yang secara masif dapat memengaruhi pola pikir dan pandangan masyarakat," ujar Ryamizard.