REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sudah bulat akan mengusir penghuni rumah susun yang enggan membayar biaya sewa. Pemprov kini sedang menyiapkan regulasi untuk memaksa mereka yang tak mau membayar, padahal mampu secara finansial.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah mengatakan, perjanjian awal bagi yang menempati rusun adalah membayar sewa sebesar Rp 300 ribu per bulan. Bagi yang menunggak, Saefullah menyebut tak ada rencana pemprov memutihkan atau membebaskan tunggakan mereka.
"Sampai saat ini masih sama dengan Pak Djarot, tidak ada niat membebaskan (tunggakan) itu semua," kata dia di Balai Kota, Rabu (16/8).
Pemprov DKI, lanjut dia, sedang mencari cara untuk menarik tunggakan penghuni rusun. Tim pemprov akan mendata penghuni, mana yang mampu tapi enggan membayar dan yang tidak mampu. Namun, Saefullah menyebut tak ada rencana untuk menghapus tunggakan karena memberatkan anggaran daerah.
"Karena (kalau digratiskan) beban APBD jadi tambah berat kalau harus seperti itu," ujar mantan wali kota Jakarta Pusat ini.
Menurutnya, penghuni rusun sewa harus memiliki tanggung jawab untuk membayar iuran bulanan. Dia yakin tidak semua penghuni tak mampu membayar sewa sebesar itu tiap bulan. Di sisi lain, kata dia, yang benar-benar tidak mampu akan dibantu melalui mekanisme bantuan dari Bazis DKI.
"Jadi sepanjang dalam rumah tangga itu suami, istri, anak atau anggota rumah tangga lain ada yang kerja, itu (artinya) mampu," katanya.
Saat ini total tunggakan penghuni rusun yang belum membayar mencapai Rp 32 miliar. Jumlah itu dari total 9.500 penghuni yang tersebar di 23 rusun di Ibu Kota.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, pemprov akan melakukan kategorisasi untuk penghuni rusun. Prioritas pertama yang akan didepak adalah mereka yang sudah menghuni lama dan tak ada itikad baik untuk melunasi tunggakan.