REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Seluas 6.900 hektare lahan sawah di Kabupaten Purwakarta, terancam kekeringan saat musim kemarau tahun ini. Hal ini karena, ribuan hektare lahan itu masuk dalam kategori sawah tadah hujan. Sehingga, ketika musim kemarau potensi kekeringannya sangat tinggi.
Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, Agus Rachlan Suherlan, mengatakan, potensi kekeringannya cukup tinggi. Hal ini mengingat, sawah tadah hujan di wilayah ini cukup luas. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada areal sawah yang telah ditanami dalam kondisi kering.
"Kalau lahannya saja (tanpa tanaman) sudah banyak laporan yang mengalami kekeringan," ujar Agus, kepada Republika.co.id, Rabu (9/8).
Menurut Agus, 6.900 hektare lahan sawah tadah hujan itu tersebar di sejumlah kecamatan seperti, Kecamatan Cibatu, Campaka dan Tegalwaru. Di daerah-daerah itu, tak tersedia saluran irigasi teknis. Makanya, bila musim kemarau areal lahan di wilayah itu mengalami kekeringan.
Untuk mengatisipasi kekeringan, pihaknya sudah menyediakan puluhan unit alat pompa air. Alat tersebut, sudah disiagakan di setiap penyuluh dan UPTD tingkat kecamatan. Jadi, bila ada kasus kekeringan dengan ada tanamannya, maka alat tersebut bisa dimanfaatkan oleh petani.
Menurutnya hal itu harus ada sumber airnya. Sebab, bila tak ada sumber air sama sekali, maka alat tersebut tak bisa berfungsi. Karena itu, pihaknya mengimbau ke petani, bila ingin memanfaatkan pompa air, harus jelas dulu ada sumber mata airnya. "Kalau pompa, kita sudah sediakan 75 unit," ujarnya.
Sementara itu, Kardiman (53 tahun), petani asal Desa Karyamekar, Kecamatan Cibatu, mengatakan, bila musim kemarau petani di wilayah ini tidak bisa tanam padi. Sebab, suplai airnya tidak ada. Akan tetapi, pada musim gadu pertama ini, petani masih tanam padi. Sebab, sebelum disemai benihnya, air masih tersedia.
"Kalau menjelang panen, air tidak ada, petani tak khawatir. Sebab, biasanya kalau jelang panen, tanaman tak terlalu butuh air," ujarnya.