REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menyayangkan pernyataan politisi partai Nasdem Viktor Laiskodat yang menuduh partai-partai yang kritis ke pemerintah sebagai pendukung khilafah. Bagi Demokrat, pernyataan itu adalah bentuk persekusi politik yang dilakukan Nasdem menggunakan Perppu Ormas.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik mengatakan persekusi politik adalah aksi atau perbuatan buruk pada orang atau kelompok yang didasari kebencian akibat perbedaan politik. Tujuannya, menghalangi korban berpartisipasi penuh dan bebas dalam kehidupan politik.
Menurut Rachland, kecemasan kalangan yang kritis bahwa Perppu Ormas, membuka kotak pandora persekusi politik kian terbukti. Empat Partai politik, yakni Demokrat, Gerindra, PKS dan PAN, menjadi sasaran persekusi politik yang dilancarkan elite Partai Nasdem tersebut.
"Dikatakan, empat partai harus dihabisi di bumi NTT layaknya dulu PKI dihabisi. Alasannya, empat partai menolak Perppu Ormas dan penolakan ini telah disamakan dengan dukungan pada sikap intoleran dan anti-Pancasila," ungkapnya dalam keterangan pers, Jumat (4/7).
Menurut dia, kalau pernyataan politikus Nasdem itu ditempatkan dalam konteks kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) NTT maka hal itu bisa diartikan suatu hasutan untuk mendiskriminasi hak dan kebebasan politik. Provokasi seperti itu, menurut dia, sangat berbahaya karena membangun kesalahpahaman yang dapat memicu konflik agama di NTT.
Lagi pula, Rachland menyatakan, sampai hari ini Presiden belum mengajukan Perppu Ormas ke DPR untuk dimintai persetujuan. Dengan kata lain, partai-partai politik di DPR belum memiliki sikap resmi terhadap perppu tersebut. "Tudingan bahwa empat partai tersebut menolak Perppu Ormas adalah non-faktual," kata Rachland menegaskan.
Untuk itu, sikap kritis Demokrat dan tiga partai lain terhadap Perppu Ormas sama sekali tak bisa disimpulkan sebagai dukungan pada ekstremisme. Wasekjen Partai Demokrat ini menegaskan trilogi inklusif perjuangan Demokrat adalah Demokrasi, Kesejahteraan dan Keamanan.
"Secara praksis politik partai kami berada dalam wawasan nasionalisme, humanisme dan pluralisme. Semua itu dinyatakan dalam manifesto politik Partai Demokrat," kata dia.
Dengan demikian, Demokrat terikat dan setia pada Pancasila, sebagai kesepakatan bangsa yang tepat dan final untuk menata dan menjaga kehidupan bangsa. Ia menegaskan Demokrat berada di barisan paling depan membela Pancasila dari ancaman ekstremisme teokratik dari masyarakat.
Demokrat juga melawab absolutisme atau otoritarianisme politik yang bisa dilakukan pemerintah. Negara tidak boleh berubah menjadi otoriter atau bersikap seolah berhak memonopoli kebenaran dengan alasan menjalankan kewajiban melindungi rakyat dari ancaman ekstremisme.
"Pendirian tersebut mendasari pandangan kader Partai Demokrat terhadap Perppu Pembubaran Ormas," kata dia.
Kalaupun ancaman ekstremisme itu nyata, dia mengatakan, negara harus memilih kutub demokratik dari kutub otoritarian. "Cara-cara yang benar, bukan cara yang mudah, dalam menghadapinya," kata dia.
Dengan Perppu Ormas ini, menurutnya, sulit dibantah telah termanifestasi lebih dekat pada politik otoritarian. Karena cara ini menghapus ketentuan dalam Undang-Undang Ormas bahwa negara harus menempuh proses pengadilan bila terdapat keperluan untuk membubarkan Ormas.
Artinya, Perppu ini mengabsahkan penolakan negara pada keharusan untuk tunduk pada due process of law. "Ini, di mata kami, adalah ancaman serius pada keselamatan demokrasi," kata dia.