REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan lima hari sekolah dinilai sulit diterapkan di madrasah karena hal teknis. Selain itu, pendidikan Islam juga punya kekhasan sendiri dalam pendidikan karakter.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengapresiasi upaya yang dibuat Kemendikbud menjalankan lima hari sekolah. Tapi, hal itu sulit diterapkan di pendidikan Islam. Dengan tambahan 10 jam pelajaran untuk mata pelajaran khusus agama, madrasah aliyah punya sembilan jam pelajaran per hari selama enam hari.
Bila harus dipadatkan jadi lima hari belajar, maka kegiatan belajar mengajar bisa sampai petang. ''Jadi alasannya teknis sebenarnya,'' kata Kamaruddin usai konferensi pers AKSIOMA-KSM di Cikini Jakarta, Rabu (3/8).
Di pendidikan diniyah juga sulit. Siswa SMA yang pulang pukul 15.00 hingga 16.00 tidak bisa ke diniyah karena diniyah mulai pukul 14.00. Memang, siswa SMA yang belajar di pendidikan diniyah hanya 5.000 orang, SMP 50 ribu orang, dan SD 500 ribu orang.
Untuk SD secara teori bisa diadaptasi. Apalagi bila diniyah adalah pilihan, sehingga siswa akan pilih yang lebih menyenangkan.
Kamaruddin mengaku pihaknya sudah diajak bicara dan ia menyampaikan apa adanya. Peraturan presiden terkait sedang disiapkan dan Ditjen Pendis Kemenag sedang berjuang usul agar perpres bukan lima hari sekolah tapi penguatan pendidikan karakter dan hari belajar tetap enam hari.
''Di kami, instrumen pendidikan karakter adalah pendidikan agama,'' kata Kamaruddin.
Sejauh ini, Dirjen Pendis Kemenag belum menerima laporan pesantren dan madrasah yang menerapkan pembelajaran selama lima hari.