REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Satgas Pangan Mabes Polri menyegel PT Indo Beras Unggul, pabrik beras di Jalan Raya Karawang-Bekasi, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kamis (20/7) malam. Penyegelan terhadap PT Indo Beras Unggul itu dilakukan atas dugaan kasus permainan bisnis secara curang dengan menggunakan beras dari jenis beni padi varietas IR64 kualitas medium, namun dijual dengan harga beras premium.
"Misalnya, pada karbohidrat, ditulis dalam kemasannya seolah itu beras premium. Akan tetapi, setelah kami periksa hanya beras biasa. Modus ini untuk menaikkan harga jual. Harga aslinya Rp 9.000 per kilogram,. Namun, dikemas dan diberi nama beras premium sehingga harganya menjadi Rp 20 ribu per kg," kata Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian saat melakukan penggerebekan bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman di PT Indo Beras Unggul, Kedung Waringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat Kamis (20/7) malam.
Salah satu petugas keamanan pabrik, Supriatna mengatakan sehari setelah penyegelan, PT Indo Beras Unggul masih melakukan produksi, meski tidak maksimal, dengan diberlakukannya pengurangan waktu produksi. Dia menjelaskan, sebelum disegel PT Indo Beras Unggul dapat melakukan produksi selama 24 jam yang terbagi pada tiga shift kerja, namun setelah disegel, PT Indo Beras Unggul hanya melakukan produksi pada pagi hingga sore.
"Hari ini tetap produksi tapi cuma satu shift saja," kata Supriatna saat ditemui Republika di PT Indo Beras Unggul, Jumat (21/7) malam.
Menurut pantauan Republika, gerbang utama PT Indo Beras Unggul masih terbuka dan jika dilihat dari luar tidak terlihat jika pabrik tersebut telah disegel oleh pemerintah. Supriatna mengatakan, hanya beberapa titik saja yang disegel oleh Kapolri dan Mentan, sehingga produksi masih tetap dapat dilakukan di ruangan-ruangan yang tidak terkena penyegelan.
"Kan nggak semua yang disegel, kalau gerbang utama yang disegel baru mungkinn kita stop produksi," kata dia.
Di sisi lain, warga Kedung Waringin Kabupaten Bekasi, Ujang mengatakan tidak mengetahui kejadian penyegelan dan penggerebekan. Dia mengaku hanya mendengar pembicaraan tetangga tentang kedatangan Kapolri dan Mentan ke pabrik beras berlogo ayam jago merah itu. "Engga liat langsung denger dari tetangga aja pada ngomongin liat mobil polisi banyak yang dateng," kata Ujang saat ditemui Republika, Jumaat (21/7).
Ujang mengatakan tidak pernah mengonsumsi beras Maknyus dan Ayam Jago yang merupakan produksi PT Indo Beras Unggul. Menurut dia, beras tersebut kebanyakan didistribusikan ke Kota Bekasi atau daerah lain. "Disini mah jarang yang jual itu (Maknyus dan Ayam Jago) makanya engga pernah beli," ujar dia.
Sementara itu, Sri Mulyati, warga Kelurahan Medan Satria, Kota Bekasi mengaku pernah mengonsumsi beras Ayam Jago. Dia mengatakan membeli beras tersebut di supermarket dengan harga yang cukup tinggi. Dia mengaku tidak sering membeli dan mengonsumsi beras tersebut, mengingat harganya yang mahal dan rasa yang menurutnya tidak pulen.
"Belinya waktu itu karung kecil ukuran lima liter, harganya hampir Rp 100 ribu. Tapi jarang beli, soalnya cuma mahal doang tapi biasa aja rasanya engga pulen," kata Sri Mulyati saat ditemui Republika, Jumat (21/7).
Sebelumnya, penggerebean PT Indo Beras Unggul dilakukan karena pabrik ini diduga meraup untung yang tidak wajar hingga Rp 400 triliun, mengingat jenis usaha pabrik ini adalah "paddy to rice", yakni mengonversi padi dari petani yang berupa gabah kering panen (GKP) yang selanjutnya dikeringkan, lalu digiling menjadi beras dengan mesin yang modern.
Dalam waktu dua pekan, berdasarkan informasi dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, satgas langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan terhadap distribusi beras di tingkat middleman. Dari penggerebekan itu, sekitar 1.161 ton disita karena dianggap dijual secara curang. "Bayangkan saja yang disita saat ini sebanyak 1.161 ton, kemudian dikali dengan keuntungan mereka yang mencapai Rp 10 ribu," kata Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Ia mengatakan bahwa pihaknya akan memeriksa kasus tersebut, kemudian menentukan tersangka utama dan tersangka pembantu. "Kami menggunakan Undang-Undang Konsumen (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, red.) dan Pasal 382 KUHP," katanya.