Rabu 19 Jul 2017 17:36 WIB

Kejuaraan Paralayang Sumbawa Barat Diikuti 14 Negara

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi Paralayang
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ilustrasi Paralayang

REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAWA BARAT -- Sejumlah atlet internasional paralayang dari 14 negara akan mengikuti Mantar Paragliding XC Open 2017 yang akan berlangsung pada 18-24 Juli di Desa Mantar, Kecamatan Poto, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Muhammad Faozal mengatakan kejuaraan paralayang ini bakal diikuti 14 negara yang telah mengonfirmasi menyatakan keikutsertaannya. Paralayang sendiri merupakan olah raga terbang bebas dengan menggunakan sayap kain (parasut), yang lepas landas dengan kaki.

"Sebanyak 40 pilot Paralayang dari 14 negara, termasuk Indonesia, telah confirm (mendaftar) di Mantar Paragliding XC Open 2017 untuk kategori cross country. Kegiatan juga akan diikuti oleh sekitar 50 pilot paralayang dari berbagai klub di Indonesia untuk kategori fun dan pemula," ujar Faozal dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (19/7).

Menurut Faozal, kegiatan sport tourism kali ketiga ini merupakan agenda tahunan Pemerintah Provinsi NTB, khususnya Dinas Pariwisata NTB. Selain sebagai ajang prestasi, juga untuk meningkatkan grade dari olahraga Paralayang ini di NTB.

"Itu mengapa tahun ini untuk kategori lomba Paralayang di Mantar, KSB ini dibuat agak berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana untuk tahun ini selain menggelar kejuaraan dengan kategori akurasi atau ketepatan mendarat, juga diselenggarakan lomba dengan kategori XC atau cross country (lintas alam) yang lebih bergengsi," ucap Faozal.

Lebih dari itu, melalui penyelenggaraan Mantar Paragliding XC Open 2017 ini, lanjut Faozal, berbagai potensi kepariwisataan yang ada di NTB, khususnya di KSB akan lebih terekspose keluar. Sehingga ke depan daerah KSB yang memiliki keindahan alam dan keunikan seni budaya, serta kelezatan aneka kulinernya ini bisa menjelma jadi daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi para wisatawan.

"Ada yang sangat unik di Mantar, konon berasal dari beragam etnis, juga memiliki keanehan,  ada orang albino yang jumlahnya selalu tujuh orang. Kalau ada yang meninggal satu, maka akan lahir satu lagi orang albino, sehingga tetap tujuh orang," ucap Faozal.

Wakil Presiden Asian Continental Paragliding Association (ACPA) Nixon Ray yang juga perwakilan dari FASI Pusat mengatakan, kegiatan ini selain akan mengangkat nama Mantar ke dunia internasional juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas para pilot Paralayang Indonesia, termasuk menambah jam terbangnya.

"Spot di Mantar ini sangat bagus sekali, world class. Di Indonesia baru ada dua lokasi seperti ini, Mantar, dan satunya lagi di Palu, Provinsi Sulawesi Tengah," kata Nixon.

Sejak Mei 2015, daerah ini memang dibuka sebagai lokasi Mantar Paralayang oleh Ketua KONI Kabupaten Sumbawa Barat. Puncak Mantar berada di areal seluas 2.000 meter persegi. Desa di ketinggian 558 meter di atas permukaan laut ini dikembangkan menjadi seluas 7.000 meter persegi.

Di Mantar, para atlet bisa terbangkan parasut setinggi 3 ribu kaki dan kecepatan angin kurang dari 15 kilometer per jam. Daerah ini setiap pekan mendatangkan 600 orang wisatawan. Namun untuk ke sana, turis harus menggunakan mobil four wheel drive mengingat jalanan tanjakan yang sebagian terjal. "Di sini penerbang mancanegara menyebut lokasinya seperti di Oludeniz di Turki," lanjut Nixon.

Dengan letak geografis dan angin yang sangat mendukung, terlebih saat ini sudah ada dua titik lokasi landing dan take off yang telah dibangun. Mantar merupakan salah satu spot untuk olahraga Paralayang terbaik di dunia. Apalagi keindahan alamnya juga sangat luar biasa,  ini akan sangat menarik minat para Pilot Paralayang untuk datang mencoba.

Menteri Pariwisata Arief Yahya melihat ini sebagai kesempatan emas buat promosi destinasi Sumbawa Barat. "Even ini berkelas dunia, Mantar bisa ter-ekspose dan terkenal lewat lomba paralayang ini, hanya persoalan yang masih menghambat pariwisata Sumbawa Barat adalah masalah aksesibilitas," kata Arief.

Pria asal Banyuwangi itu menyambut baik langkah Bupati Kabupaten Sumbawa Barat H Musyafirin yang ingin mengembangkan Bandara Sekongkang, KSB demi kemajuan pariwisata di sana. Dua bandara yang sudah ada di Kabupaten Sumbawa dan Bima pun belum dipandang maksimal dalam meningkatkan potensi pariwisata yang ada di Pulau Sumbawa lantaran terbatasnya jam operasional bandara.

"Bandara Bima dan Sumbawa, di sana jam 17.00 WITA (bandara-red) sudah tutup. Ini persoalan bagi sektor pariwisata, jadi turis kalau jam 14.00 WITA sudah harus siap-siap pulang," ucap Arief.

Saat ini Bandara Sekongkang dilakukan kajian teknis terkait perpanjangan landasan pacu dan juga daya tampung bandara. Saat ini memiliki landasan pacu sepanjang 800 meter dan tinggal meningkatkan menjadi 1.200 meter agar bisa didarati pesawat jenis ATR.

Arief menilai, jika pekerjaan peningkatan landasan pacu selesai, akan memberikan kemudahan bagi wisatawan dari Lombok dengan hanya 15 menit menggunakan pesawat ke Sumbawa Barat.

"Butuh semangat Indonesia Incorporated, Menteri Perhubungan sebagai pengambil kebijakan, Angkasa Pura lakukan kajian, pemerintah Sumbawa Barat proses pengerjaan dan Kementerian Pariwisata bagian promosi dan garap even pariwisatanya. Ayo, kita bisa," kata Arief menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement