Selasa 27 Jun 2017 16:09 WIB

Kesenjangan Sosial Masih Tinggi, Kota Besar Ibarat Magnet

Rep: Kabul Astuti/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi Kesenjangan Sosial
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi Kesenjangan Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tradisi mudik kerap diiringi fenomena penambahan jumlah pendatang baru dari desa ke Ibukota dan kota-kota besar lainnya. 

Pengamat sosial asal Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman, mengatakan kota besar akan tetap menimbulkan daya tarik selama kesenjangan sosial antara desa-kota masih tinggi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran atau gini ratio penduduk di Indonesia sebesar 0,394 poin per akhir September 2016. "Selama kesenjangan masih tinggi dan linkages desa kota itu belum terbangun dengan baik, kota-kota besar akan tetap menjadi sasaran," kata Sunyoto Usman kepada Republika, Selasa (27/6).

Usman mengatakan sektor pertanian yang pada dekade-dekade sebelumnya menjadi andalan masyarakat desa, belakangan tidak bisa diandalkan lagi. Alhasil, banyak orang menganggap mengadu nasib di kota-kota besar  menjanjikan peluang perbaikan kesejahteraan yang lebih besar. Ia memprediksi jumlah pendatang baru di kota-kota besar semakin banyak pada beberapa tahun terakhir.

Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta mencatat tren pendatang baru mengalami kenaikan sejak 2013. Pada 2015, jumlah pendatang baru di Jakarta mencapai 70.504 orang, kemudian pada 2016 turun menjadi 68.763 orang. Jumlah pendatang baru diprediksi kembali naik pada 2017.

Para pendatang baru ini rata-rata mengisi sektor informal di perkotaan.

Menurut Usman, hal inilah yang jadi masalah baru. Selama ini sektor informal di perkotaan menempati ruang yang belum tertata, bahkan semakin sulit ditata. Usman menerangkan sektor informal tidak menjadi bagian integral dari perekonomian kota.

Penambahan angka gelandangan, permukiman kumuh, tingkat kriminalitas, dan pengangguran menjadi masalah sosial baru yang harus dihadapi perkotaan. Sunyoto menegaskan, pemerintah perlu serius mengatasi masalah ini. "Problem kota ini bagaimana menata ruang untuk memfasilitasi mereka. Dan rupanya belum secara serius digarap," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement