Jumat 23 Jun 2017 11:18 WIB

KPK Larang PNS Gunakan Mobil Dinas untuk Mudik

Rep: Umar Muchtar/ Red: Indira Rezkisari
Seorang petugas penguji kendaraan bermotor dari Dinas Perhubungan mengecek ban sebuah bus di terminal Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (17/6). Di lingkungan Pemkot Sukabumi, PNS boleh menggunakan mobil dinas untuk mudik.
Foto: ANTARA FOTO/Budiyanto
Seorang petugas penguji kendaraan bermotor dari Dinas Perhubungan mengecek ban sebuah bus di terminal Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (17/6). Di lingkungan Pemkot Sukabumi, PNS boleh menggunakan mobil dinas untuk mudik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara menggunakan mobil dinas untuk keperluan mudik. KPK menilai penggunaan fasilitas milik negara merupakan penyalahgunaan kekuasaan.

"KPK juga melarang pegawai negeri dan penyelenggara negara untukk menggunakan mobil dinas untuk mudik. "Penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi itu termasuk penyalahgunaan kekuasaan," tutur Ketua KPK Agus Rahardjo dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (23/6).

KPK juga mengingatkan seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, menjelang Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 hijriah. Penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan memiliki risiko sanksi pidana.

Hadiah atau bingkisan yang diterima oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara akan langsung dianggap gratifikasi atau suap jika tak dilaporkan kepada KPK selama 30 hari kerja sejak diterima. "Jadi semua hadiah wajib ditolak, atau laporkan (ke KPK)," kata Agus.

Sementara itu, Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono menuturkan, laporan yang diterima KPK terkait hadiah lebaran dalam dua tahun terakhir memang meningkat. Pada 2015 ada 35 laporan terkait dengan Lebaran yang terdiri dari parsel makanan-minuman, peralatan dapur, batu cincin, dan furnitur senilai Rp 35,8 juta.

Kemudian pada 2016, laporan meningkat lebih dari 10 kali lipat menjadi 371 laporan yang terdiri dari uang tunai, parsel makanan-minuman, voucher belanja, barang elektronik, sarung, Kristal, dan lain-lain senilai Rp 1,1 miliar. "Jumlah ini hanya yang melapor, bisa jadi masih ada yang belum sadar untuk melapor," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement