REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- LBH Keadilan menilai angket atas KPK sebagai bentuk intervensi non-struktural ke lembaga penegakan hukum, sehingga dilihat dari kewenangannya, angket tersebut tidak nyambung.
Menurut Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie mengingat hak angket dalam sistem presidensiil bisa berujung pada rekomendasi pemakzulan atas jabatan dengan alasan politis.
Namun demikian, katanya, pihaknya berpendapat boleh saja DPR membentuk angket karena memang DPR bisa melakukan apa saja terhadap lembaga eksekutif. Dia mengungkapkan secara yuridis KPK merupakan lembaga eksekutif karena KPK merupakan pelaksana undang-undang dan hak angket milik lembaga pembentuk dan pengawas undang-undang, jadi sekali lagi angket terhadap KPK dimungkinkan.
"Untuk itu, LBH Keadilan menyarankan KPK harus berani menghadapi angket itu," kata Hamin, Senin (12/6).
Jadi jika diundang oleh panitia angket, ladeni saja wakil rakyat yang terhormat itu, kata Abdul Hamim. Namun, lanjutnya, KPK harus membatasi diri. Jika angket kemudian masuk pada persoalan penyidikan, maka KPK tidak perlu menjawab pertanyaan yang disampaikan panitia angket.
Untuk diketahui, Hak Angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
DPR RI telah resmi menggunakan hak angket terhadap KPK dengan membentuk kepanitian. Panitia Angket diketuai Agun Gunandjar Sudarsa (Golkar) dengan wakil Risa Mariska (PDI-P) Dossy Iskandar (Hanura) dan Taufiqulhadi (Nasdem).