Jumat 09 Jun 2017 22:50 WIB

Menkopolhukam Nilai Istilah Kriminalisasi Ulama tidak Tepat

Rep: Dian Erika N/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, mengatakan istilah kriminalisasi terhadap ulama tidak tepat digunakan. Pemerintah tidak akan melakukan proses hukum kepada ulama jika tidak ada masalah hukum yang menyertainya.

"Ulama yang mana? pemerintah tidak akan melakukan proses hukum kepada ulama kalau nggak ada masalah. Yang kami permasalahkan bukan ulamanya, melainkan langkah-langkah kriminalnya itu apakah itu ulama, pedagang, politisi, birokrat, kalau menyangkut masalah kriminal, ya dikriminalkan," ujar Wiranto di Jakarta Selatan, Jumat (9/6).

Wiranto menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan proses hukum kepada siapapun tanpa pertimbangan.

"Jadi jangan kemudian diubah bahwa kita betul-betul ingin mengkriminalkan ulama tanpa sebab. Hati-hati. Yang kita kenai langkah-langkah kriminal adalah ulama atau oknum yang bermasalah dengan masalah kriminal, jangan digeneralisir," katanya.

Sebelumnya, pada Jumat siang, Komnas HAM menyambangi Kantor Kemenkopolhukam untuk menyampaikan laporan Presidium Alumni 212 perihal dugaan kriminalisasi terhadap ulama dan sejumlah aktivis.

Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menyampaikan pihaknya berkeinginan melakukan rekonsiliasi dengan penegak hukum. Ini bertujuan agar kasus-kasus tersebut berhenti diproses. Sebab, kasus itu berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa.

Terkait hal ini, Wiranto mengatakan dia belum bertemu dengan perwakilan Komnas HAM. Kunjungan Komnas HAM diterima oleh Sekrerataris Menkopolhukam.

"Saya nggak temui langsung karena ada acara di Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi (PTIK). Kami menanyakan dulu, apakah ini pesan pribadi ataukah pesan yang dilaksanakan oleh Komnas HAM," tambah Wiranto .

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement