REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan anggaran untuk panitia khusus (pansus) angket KPK berisiko menimbulkan kerugian negara jika keabsahan pansus tersebut masih memunculkan tanda tanya. "Kalau pansusnya misalnya dipertanyakan keabsahannya, tentu ada risiko (hukum). Pertanyaan berikutnya apakah anggaran yang digunakan itu sah, atau menimbulkan kerugian negara atau tidak," ujar dia di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (7/6).
KPK saat ini juga masih ingin melihat bagaimana keputusan yang dibuat pimpinan DPR nantinya terkait pansus angket tersebut. Sebab, pasal 202 dalam UU 17/2014 tentang MD3 menegaskan bahwa pembentukan panitia angket itu ditetapkan dengan keputusan DPR dan diumumkan dalam Berita Negara.
Pada ayat 2 pasal tersebut, juga disebutkan bahwa keputusan DPR itu termasuk soal penentuan biaya panitia angket. "Dalam pasal 202 itu ditegaskan bahwa harus ada keputusan DPR dan anggaran untuk pembiayaan angket," jelas dia.
Pansus angket KPK hingga saat ini terus bergulir meski menuai polemik. Ada tambahan satu fraksi yakni Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang dikirim ke pansus angket pada hari ini.
Hingga kini ada dua fraksi partai yang tidak ikut-serta mengirimkan anggotanya ke pansus, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Berdasarkan UU MD3, panitia angket diwajibkan diisi oleh seluruh fraksi di DPR yang jumlahnya sekarang yakni 10 fraksi. Jika ada salah satu fraksi yang tidak mengirim anggotanya ke pansus maka pansus tidak sah.
Ketua Pansus Angket KPK juga telah dipilih, yakni Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar. Agun diketahui pernah menjabat sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI saat proyek pengadaan KTP-el berlangsung.
Dalam surat dakwaan untuk tersangka Irman dan Sugiharto, nama Agun pun disebut ikut kecipratan uang korupsi KTP-el. Dia disebut menerima uang senilai 1 juta AS dolar.