REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) kembali mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kriminalisasi bergelombang terhadap ulama, tokoh oposisi maupun aktivis Islam secara massif dan terus menerus melalui berbagai kasus hukum yang sarat dengan dugaan rekayasa.
"Presiden Joko Widodo harus segera mengambil langkah-langkah serius guna menghentikan kriminalisasi terhadap ulama, tokoh oposisi maupun aktivis Islam, dengan maksud menciptakan opini negatif terhadap peran ulama, pimpinan oposisi dan aktivis Islam," ujar Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir, Selasa (6/6).
Berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, GNPF-MUI juga mendorong penegakan hukum oleh aparat Kepolisian yang berkeadilan berdasarkan due process of law, profesional, dan menjunjung tinggi HAM, serta menghentikan orkestra labelling terhadap umat Islam seolah-olah umat Islam adalah pihak yang anti Pancasila, anti keberagaman atau kebhinekaan dan anti NKRI.
GNPF-MUI menyerukan kepada seluruh umat Islam agar untuk tetap bersungguh-sungguh bermunajat kepada Allah SWT. "GNPF-MUI juga mengimbau kepada umat Islam agar melaksanakan qunut nazilah guna memperoleh jalan keluar dari persoalan yang terus-menerus menimpa umat Islam," katanya.
GNPF-MUI juga meminta kepada seluruh elemen bangsa Indonesia untuk tidak mudah terbawa arus jargon-jargon politik yang terkesan bagus dan penting padahal tidak memiliki relevansi terhadap penguatan koeksistensi umat beragama bahkan membuka celah disintegrasi serta konflik SARA yang lebih luas.
Terakhir dalam rilisnya, GNPF MUI mengapresiasi gerakan yang telah ditunjukkan berbagai elemen umat Islam dalam rangka menegakkan keadilan hukum dan keadilan sosial secara legal konstitusional.