REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan Indonesia tidak akan terpengaruh keputusan Presiden Donald Trump yang mengeluarkan Amerika Serikat dari Kesepakatan Paris tentang Perubahan Iklim.
"Indonesia strong posisinya karena kita bicara lingkungan," ujar Siti saat ditemui dalam peluncuran buku fotografi The Magnificent Seven: Indonesia's Marine National Parks di Jakarta, Jumat (2/6).
Ketegasan Indonesia untuk terus menerapkan Kesepakatan Paris yakni kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan iklim, mengacu pada tiga justifikasi. Pertama, Pasal 28h ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Kedua, mempertimbangkan bahwa ekosistem Indonesia merupakan negara kepulauan yang di beberapa wilayahnya sangat rentan terhadap akibat kenaikan suhu bumi. Ketiga, Kesepakatan Paris dinilai sebagai instrumen yang baik dan sistematis, terdiri dari kumpulan metodologi untuk membantu pemerintah Indonesia mewujudkan lingkungan yang lebih baik dengan berbagai ukuran.
Pemerintah Indonesia bahkan telah meratifikasi kesepakatan tersebut dengan diterbitkannya UU Nomor 16 Tahun 2016 yang bertujuan menurunkan pemanasan suhu bumi yang disebabkan emisi gas karbon hingga 2 derajat Celcius. "Kan kita mau menurunkannya menjadi 2 derajat atau 1,5 derajat Celcius. Sekarang diperkirakan masih 3,5 derajat Celcius dan akan berbahaya kalau kita tidak tangani dengan baik. Indonesia saya kira berdasarkan UU dan UUD kita jalan terus," ungkap Siti.
Berbagai upaya seperti kebijakan pengurangan deforestasi terus dilakukan KLHK bekerja sama dengan masyarakat hukum adat, LSM, dan berbagai lembaga-lembaga internasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Baru-baru ini Menteri LHK menerima laporan mengenai pemudaran warna terumbu karang (coral bleaching) di beberapa taman nasional laut seperti Wakatobi dan Cendrawasih, akibat peningkatan suhu air laut.
Selain itu, kenaikan suhu udara juga mengakibatkan sekitar 300 ribu kepala keluarga di Asia Pasifik kehilangan tempat tinggal.